Friday, December 7, 2018

Shalat Part 1 : Makna dan Waktu Diwajibkannya Shalat

A. Shalat Menurut Etimologi (Bahasa) 

Shalat menurut etimologi artinya doa. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ﷻ :


... ۖ وَصَلِّ عَلَيْهِمْ
"Dan berdo'alah untuk mereka." (At-Taubah: 103)
maknanya, berdoalah untuk mereka.

Hal serupa juga disebutkan dalam sabda Nabi ﷺ :

إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ وَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ

"Apabila seseorang di antara kalian diundang makan, maka penuhilah (undangan itu). Jika sedang berpuasa, hendaklah ia mendoakan (orang yang mengundang), dan jika ia tidak berpuasa, hendaklah ia makan" 
(HR. Muslim, kitab An-Nikah, bab: Al-Amru bi Ijabatid da'i, hadits nomor 1431)

Maknanya, hendaklah ia mendoakan (orang yang mengundang). Sementara itu, Al-A'sya dalam syairnya berkata:

Putriku berkata padahal aku sudah hampir pergi

Ya Rabb! Jauhkan ayahku dari musibah penyakit

Semoga engkau juga mendapatkan seperti yang engkau doakan

pejamkan mata untuk tidur, karena sisi tubuh seseorang itu adalah untuk berbaring

(Diwanul A'sya, hal: 73)

Maksudnya,  semoga engkau mendapatkan seperti yang engkau doakan untukku.

B. Shalat Menurut Terminologi Syar'i

Menurut terminologi syari'at, shalat adalah ibadah dengan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan tertentu, diawali dengan takbir dan diakhiri dangan salam.

Shalat mencakup: shalat fardhu lima waku, Shalat Jum'at, Shalat Jenazah. Juga sujud tilawah dan sujud syukur jika kita katakan kedua sujud ini dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.

C. Kapan dan Dimana Shalat Diwajibkan

Shalat lima waktu diwajibkan sebelum hijrah, tepatnya pada malam Mi'raj, yaitu malam ketika Rasulullah ﷺ diperjalankan ke Baitul Maqdis, lalu setelah itu beliau dibawa naik ke langit. Peristiwa ini terjadi setahun sebelum hijrah. Pendapat lain menyatakan tiga tahun sebelum hijrah. Pendapat berbeda menyatakan lima tahun sebelum hijrah.

Pada mulanya, Allah mewajibkan shalat lima puluh kali sehari semalam kepada Nabi ﷺ lalu beliau menerima kewajiban shalat lima puluh kali ini. Setelah itu, beliau turun seraya berserah diri dan ridha pada kewajiban yang Allah ﷻ bebankan kepada beliau selaku pemimpin umat untuk selanjutnya ia laksanakan bersama seluruh umat, hingga beliau berpapasan dengan Musa bin Imran - di langit ke enam - lalu Musa bertanya kepada beliau:

"Apa yang diperintahkan Rabbmu?" Beliau menjawab, "Aku diperintahkan shalat lima puluh kali setiap hari."

Musa berkata, "Sungguh, umatmu tidak akan mampu shalat lima puluh kali setiap hari. Sungguh, demi Allah, aku sudah pernah berpengalaman menghadapi orang-orang sebelummu. Aku sudah pernah menangani Bani Israil dengan susah payah. Kembalilah kepada Rabbmu, mintalah keringanan untuk umatmu."

Nabi ﷺ berkata, "Lalu aku kembali (menemui Rabb), dan Dia mengurangi sepuluh shalat. Aku kemudian kembali menemui Musa, Musa pun mengatakan hal yang sama. Aku kemudian kembali lagi (menemui Rabb), lalu Dia mengurangi sepuluh shalat. Aku kemudian kembali menemui Musa, Musa pun mengatakan hal yang sama. Aku kemudian kembali lagi (menemui Rabb), lalu Dia mengurangi sepuluh shalat. Aku kemudian kembali menemui Musa. Musa pun mengatakan hal yang sama. Aku kemudian kembali lagi (menemui Rabb), lalu aku diperintahkan shalat lima waktu setiap hari. Aku kemudian kembali menemui Musa. Musa pun bertanya, 'Apa yang diperintahkan Rabbmu?' Aku jawab, 'Aku diperintahkan shalat lima waktu setiap hari'.

Musa berkata, 'Sungguh, umatmu tidak akan mampu mengerjakan shalat lima kali setiap hari. Sungguh, demi Allah, aku sudah pernah berpengalaman menghadapi orang-orang sebelummu. Aku sudah pernah menangani Bani Israil dengan susah payah. Kembalilah kepada Rabbmu, mintalah keringanan untuk umatmu'. Aku berkata, 'Aku (sudah berkali-kali) meminta (keringanan) kepada Rabbku, hingga aku merasa malu. Aku rida dan menerima (shalat lima waktu sehari)'. Saat aku berlalu, ada yang menyerukan, 'Aku telah memberlakukan kewajiban-Ku, dan Aku telah memberikan keringanan untuk hamba-hamba-Ku'."
(HR. Bukhari, kitab At-Tauhid, bab: Ma Ja'a fii Qaulihi: (Wa kalamallahu Musa Taklima), hadits nomor 7517, Muslim, kitab Al Iman, bab: Al-Isra' bi Rasulillahi Shallallahu 'alaihi wa sallam, hadits nomor 162.)

Rasulullah ﷺ akhirnya turun dengan rela hati dan lapang dada menerima perintah shalat lima waktu sehari semalam. Alhamdulillah.

Pada mulanya, shalat diwajibakan adalah dua raka'at - dua raka'at, kecuali Shalat Maghrib sebanyak tiga raka'at. Kemudian, ketika Nabi ﷺ berhijrah, shalat pada mukim ditambah menjadi empat raka'at kecuali Shalat Fajar dan Maghrib.

عَنْ عَائِشَةَ ـ رضى الله عنها ـ قَالَتْ فُرِضَتِ الصَّلاَةُ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ هَاجَرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَفُرِضَتْ أَرْبَعًا، وَتُرِكَتْ صَلاَةُ السَّفَرِ عَلَى الأُولَى

Disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari, dari Aisyah رضى الله عنها , ia berkata, "Shalat diwajibkan dua raka'at, kemudian Nabi ﷺ berhijrah lalu (shalat) diwajibkan menjadi empat raka'at. Sementara shalat dalam perjalanan tetap seperti sedia kala (dua raka'at)."
(HR. Al-Bukhari, kitab Manaqibil Anshar, bab: At-Tarikh min Ayna Arrakhut Tarikh, hadits nomor 3935)

Imam Ahmad meriwayatkan, "Kecuali Maghrib karena ia (raka'atnya) ganjil, dan Subuh bacaan di dalamnya dipanjangkan."

Ulama berbeda pendapat, apakah shalat sudah diwajibkan sebelum peristiwa Mi'raj:
  • Sebagian ulama berpendapat, sebelum Mi'araj tidak ada shalat yang diwajibkan, selain perintah untuk shalat malam tanpa adanya batasan.
  • Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa shalat pada mulanya diwajibkan dua raka'at pada pagi hari, dan dua rakaat pada petang hari. Wallahu a'lam.

Sumber: Sifat Shalat Nabi karya Syaikh Muhammad Utsaimin cet. Ummul Qura th. 2016

No comments:

Post a Comment