Monday, November 26, 2018

Perjalanan Hidup Manusia Mulia Nabi Muhammad ﷺ (Bagian 4: Masa-Masa Kegelisahan)

Berbagai renovasi yang terjadi pada Ka'bah dari masa ke masa

Seperti yang diketahui, Rasulullah adalah sosok yang begitu amanah, jujur, dan terpercaya. Tak ada satu orang Quraisy pun yang mengingkari hal itu. Salah satu bukti bahwa beliau begitu dihormati oleh kaum Quraisy yaitu tatkala suatu ketika terjadilah peristiwa renovasi Ka’bah yang diakibatkan kerapuhan pada dindingnya saat banjir. Para pemimpin kabilah mulai mengerjakan proyek renovasi tersebut dan bertekad agar dana yang digunakan hanya berasal dari yang baik-baik saja. Mereka bahu membahu dalam pembangunan tersebut hingga sampailah pada bagian Hajar Aswad. Disini mereka berselisih satu sama lain tentang siapa yang paling berhak meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya. Bahkan hampir-hampir terjadi pertumpahan darah disebabkan hal tersebut. Abu Umayyah Al-Mughirah Al-Makhzumi mencoba untuk memberikan jalan keluar atas permasalah ini yaitu menyerahkan putusan ini kepada siapa pun yang pertama kali masuk melalui pintu masjid. Akhirnya mereka semua menerima usulan ini.

Allah pun menakdirkan orang yang pertama kali masuk setelah keputusan tersebut adalah Rasulullah . Begitu melihat beliau , mereka segera berkata, “Dia orang terpercaya, kami ridha padanya. Dia adalah Muhammad”. Setelah itu beliau tiba di hadapan mereka dan memberitahukan perihal yang terjadi, beliau pun meminta surban, lalu meletakkan Hajar Aswad. Setelah itu, beliau meminta para pemuka kabilah yang berselisih untuk memegangi setiap ujung surban tersebut, kemudian memerintahkan untuk secara bersama-sama mengangkatnya. Setelah mendekati tempatnya, beliau lalu mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di tempat semula. Hal ini kemudian diridhai oleh seluruh kaum pada saat itu.

Selain sosok yang amanah, jujur dan terpercaya, beliau juga dikenal sebagai pribadi yang memiliki akal yang lurus, kuat dan berakhlak baik. Seluruh sifat-sifat terpuji ada pada diri beliau mulai dari adil, bijak, zuhud, menerima apa adanya, santun, sabar, rendah hati, setia dan tulus. Beliau juga sangat rajin dalam menyambung tali silaturahim, membantu orang-orang miskin dan membantu siapa saja yang terkena musibah. Allah juga selalu menjaga dan memelihara beliau dari berbagai macam perilaku khurafat dan kekufuran. Beliau tidak pernah menghadiri majelis-majelis berhala dan kesyirikan. Beliau tidak pernah memakan daging yang disembelih atas nama selain Allah . Tidak pernah menyembah berhala dan meminum khamr.

Patung-patung berhala sebelum datangnya Islam
Hari hari terus berlalu di kota Mekkah, penyembahan terhadap berhala serta perilaku kekufuran semakin menjadi-jadi di tengah kota. Hati Rasulullah semakin terasa sempit dan sesak melihat kaummnya seperti itu. Beliau mencoba untuk berfikir bagaimana menyelamatkan kaummnya dari kesengsaraan dan kebinasaan. Beliau begitu merasa gelisah yang akhirnya membuncah seiring beranjaknya usia beliau . Beliau pun akhirnya memutuskan untuk menyendiri di gua Hira dan menjalankan sisa-sisa ajaran nabi Ibrahim disana. Hal ini terus menerus beliau lakukan selama sebulan setiap tahunnya, tepatnya di bulan Ramadhan. Setelah selesai menyendiri, beliau kembali ke Mekkah pada pagi hari, setelah itu berthawaf mengeliling Ka’bah, kemudian pulang ke rumah. Beliau melakukan hal ini selam tiga tahun.  

Gua Hira: tempat nabi Muhammad ﷺ menyendiri (uzlah)
Tanda-tanda kenabian pun mulai nampak dan terlihat semakin jelas saat beliau menginjak usia 40 tahun. Usia dimana para rasul-rasul terdahulu merupakan usia yang matang saat mereka diutus. Setiap kali beliau bermimpi tentang sesuatu, maka mimpi itu pasti terjadi tepat seperti yang beliau impikan. Beliau  melihat cahaya dan mendengar suara. Beliau bersabda, “Sungguh, aku tahu sebuah bongkahan batu di Mekkah yang selalu mengucap salam kepadaku sebelum aku diutus”.

-bersambung....

Sunday, November 25, 2018

Perjalanan Hidup Manusia Mulia Nabi Muhammad ﷺ (Bagian 3: Muhammad ﷺ Muda)

Tempat tinggal Rahib Buhaira

Rasulullah kemudian kembali ke ibundanya setelah sebelumnya bersama Halimah. Beliau tinggal kemudian kurang lebih selama 2 tahun. Setelah itu ibunda Rasulullah pergi untuk menziarahi makam suaminya dan juga paman-paman serta kakek-kakek beliau dari keluarga Bani Adi bin Najjar di Madinah. Kurang lebih sebulan lamanya ibunda Rasulullah tinggal di Madinah dan memutuskan untuk kembali ke Mekkah. Di dalam perjalannannya, ibunda Rasulullah jatuh sakit dan penyakitnya semakin parah hingga akhirnya meninggal dunia di Abwa’ sebuah tempat antara Mekkah dan Madinah. Disana pula lah beliau di makamkan.

Sepeninggal Aminah, Rasulullah kemudian kembali di asuh oleh kakeknya Abdul Muthallib. Abdul Muthallib begitu merasa iba kepada Rasulullah karena beliau telah ditinggalkan oleh kedua orang tua sejak dini. Oleh karena itu Abdul Muthallib sangat mengedepankan Rasulullah dan memuliakan beliau . Kesedihan tak berhenti sampai disitu, Rasulullah kembali kehilangan orang yang sangat menyayanginya. Abdul Muthallib akhirnya meninggal dunia saat Rasulullah berumur 8 tahun.

Kemudian pengasuhan atas Rasulullah dilanjutkan oleh paman beliau , yaitu Abu Thalib, saudara kandung ayah beliau . Di tangan Abu Thalib, Rasulullah senantiasa mendapat tempat dan perhatian serta kasih sayang yang amat besar walaupun dari segi harta, Abu Thalib bukanlah orang yang mampu, namun sifat kesabaran dan menerima apa adanya yang dimiliki Rasulullah menjadikan harta yang sedikit tersebut senantiasa diberkahi Allah .

Ketika Rasulullah berumur 12 tahun, Abu Thalib mengajak beliau untuk ikut berdagang ke negeri Syam bersama kafilah Quraisy. Saat tiba di dekat kota Bushra di perbatasan Syam, salah seorang pendeta besar Nasrani (Bahira si rahib) menghampiri mereka kemudian mencari cari seseorang hingga ia berhasil meraih tangan Rasulullah lalu berkata, “Dia adalah pemimpin seluruh alam. Anak ini kelak akan diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam”.

Rombongan pun bertanya, “Dari mana engkau tahu hal itu?”

Bahira menjawab, “ Sejak kalian tiba di Aqabah, tidak ada satu pun batu dan pohon melainkan pasti sujud, dan semua benda itu tidaklah sujud melainkan pada seorang nabi. Aku bisa mengetahui hal itu melalui tanda kenabian yang berada di bawah tulang rawan bahunya, menyerupai buah apel. Kami juga mengetahui tanda itu dalam kitab kami.”

Setelah itu Bahira meminta agar membawa Rasulullah kembali pulang dan jangan meneruskan perjalanan karena khawatir akan orang-orang romawi dan yahudi merenggut keselamaan beliau . Abu Thalib pun mengirim beliau pulang ke Mekkah.

Pada usia ke 20 tahun, Rasulullah mengikuti perang Fijar, yaitu perang antara kaum Quraisy dan kaum Qais Ailan. Disini beliau berperan menyiapkan anak-anak panah untuk paman-paman beliau . Namun, dikarenakan begitu banyak korban jiwa yang jatuh di kedua pelah pihak, akhirnya mereka sepakat untuk gencatan senjata.

Pasca perang Fijar, maka terjadilah perjanjian Fudhul antara lima keturunan kabilah Quraisy. Yaitu Bani Hasyim, Bani Muththallib, Bani Asad, Bani Zuhrah dan Bani Taim. Perjanjian ini berisi tentang siapa saja yang diperlakukan secara zalim dan semena-mena baik dari kalangan penduduk Mekkah maupun lainnya akan dibela sampai hak-haknya dikembalikan. Perjanjian ini dihadiri oleh rasulullah beserta paman-paman beliau . Rasulullah pernah bersabda ketika beliau sudah diangkat menjadi nabi tentang peristiwa perjanjian ini, “Aku pernah menyaksikan di rumah Abdulllah bin Jad’an suatu perjanjian yang lebih aku sukai dari unta merah, andai aku diundang untuk perjanjian tersebut di masa Islam, pasti akan aku penuhi”.

Pada mulanya, Rasulullah bekerja sebagai penggembala kambing dengan upah beberapa qirath. Dan ini menjadi sunnatullah para nabi karena Rasulullah pernah bersabda, “Tak ada seorang nabi pun melainkan pasti pernah menggembalakan kambing”.

Setelah beranjak dewasa, beliau akhirnya ikut berdagang. Dalam berdagang, beliau dikenal sebagai pribadi yang jujur, amanah, dan menjaga diri sehingga akhirnya beliau dijuluki sebagai Al-Amin yang berarti orang yang terpercaya. Kabar tentang Rasulullah akhirnya terdengar oleh Khadijah binti Khuwailid. Khadijah adalah seorang wanita Quraisy yang mulia dan kaya raya. Suatu hari Khadijah mengutus utusannya untuk menawarkan Rasulullah dagangan yang untuk kemudian dibawa ke negeri Syam. Rasulullah menerima tawaran tersebut dan beliau bersama utusan Khadijah pergi berdagang ke Syam. Khadijah pun mendapat untung yang besar dari perdagagan yang dilakukan Rasulullah . Dan yang paling menarik Khadijah adalah sifat Rasulullah yang begitu amanah terhadap barang dagangannya.

Semenjak itu, Khadijah merasa bahwa Rasulullah adalah sosok yang ia cari-cari selama ini. Kemudian ia pun kembali mengirim utusan untuk menyampaikan keinginannya menikah dengan Rasulullah . Rasulullah pun menerima tawaran itu kemudian beliau berbicara kepada paman-pamannya untuk segera melakukan lamaran kepada Khadijah.

Akhirnya paman Khadijah menikahkannya dengan Rasulullah dengan dihadiri Bani Hasyim dan para pemuka Quraisy dengan mahar 20 ekor unta. Ketika pernikahan ini terjadi Rasulullah ﷺ berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun (menurut pendapat yang masyhur). Ada juga yang menyebutkan saat itu usia Khadijah adalah 28 tahun. Dari pernikahannya dengan Khadijah, beliau dikaruniai Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fathimah, dan Abdullah. Kesemua putra-putri beliau ﷺ meninggal dunia saat masih kecil kecuali Fathimah. Namun kesemuanya masuk Islam dan ikut berhijrah ke Madinah.

-bersambung….

Saturday, November 24, 2018

Perjalanan Hidup Manusia Mulia Nabi Muhammad ﷺ (Bagian 2: Kelahiran dan Masa Menyusui Beliau ﷺ)

Sebelum kita masuk kepada peristiwa lahirnya Nabi kita yang mulia Muhammad , ada baiknya kita menyimak peristiwa besar yang terjadi sebelum kelahiran beliau . Banyak sekali cerita-cerita yang mahsyur di kalangan kita mengenai peristiwa-peristiwa besar yang terjadi menyongsong kelahiran baginda Muhammad . Namun, tak sedikit pula dari riwayat-riwayat tersebut memiliki status yang lemah dan tidak dapat dijadikan hujjah. Walau demikian ada satu peristiwa yang seluruh ulama bersepakat bahwa peristiwa ini betul-betul terjadi bahkan Allah ﷻ sendiri mengabadikannya di dalam Al-Qur’an melalui surah Al-Fiil. Peristiwa ini yaitu penyerangan Abrahah ke Mekkah.

Sudah semenjak dari zaman Nabi Ibrahim, Ka’bah selalu menjadi tempat yang paling penting dan paling ramai untuk dikunjungi bahkan hingga masa kaum Quraisy menjadi pengurus utamanya dengan Abdul Muthallib sebagai pemimpinnya. Ini menyebabkan Abrahah, seorang raja di Yaman menjadi iri dan akhirnya memutuskan untuk membangun gereja yang paling besar dan megah di Yaman dalam rangka untuk menandingi Ka’bah serta mengalihkan orang-orang agar lebih memilih mengunjungi gerejanya di bandingkan dengan Ka’bah. Sampailah berita tersebut kepada penduduk Arab, hingga salah seorang dari bani Kinanah pergi ke Yaman untuk melihat bangunan Abrahah tersebut. Namun seorang tadi bukan hanya melihat gereja, melainkan membuang kotoran disana serta mengencingi bangunan gereja Abrahah. Mendengar hal tersebut Abrahah pun marah dan segera menyiapkan pasukan yang besar termasuk membawa gajah-gajah yang paling besar yang belum pernah dilihat oleh manusia sebelumnya.

Bangsa Arab pun kemudian mengetahui pergerakan Abrahah menuju Mekkah untuk menghancurkan Ka’bah. Namun sayang saat itu kaum Quraisy terpecah belah dan tidak ada persatuan hingga tidak ada yang dapat melawannya. Ketika Abrahah sampai di suatu tempat yang bernama Mughammas, datanglah Abdul Muthallib untuk melakukan perundingan. Melihat kedatangan Abdul Muthallib, Abrahah pun mempersilahkan ia untuk duduk bersama. Tak disangka ternyata Abdul Muthallib hanya menginginkan 200 unta yang diambil Abrahah untuk dikembalikan padanya. Seketika pandangan Abrahah pun berubah, dari tadinya menghormati Abdul Muthallib menjadi menyepelekannya.

Abrahah berkata, “sungguh tadinya engkau membuatku kagum tatkala melihatmu, namun aku menjadi menyepelekanmu ketika engkau berbicara denganku (mengenai onta tadi-pent). Apakah engkau berbicara mengenai 200 ekor ontamu yang aku ambil agar aku mengembalikannya padamu, lalu engkau membiarkan Ka’bah yang merupakan agamamu dan agama nenek moyangmu, sementara aku datang untuk menghancurkannya, lantas engkau tidak berbicara kepadaku tentang Ka’bah?”

Jawaban Abdul Muthallib begitu mengejutkan, beliau berkata, “Sesungguhnya aku adalah pemilik onta, dan sesungguhnya Ka’bah punya pemilik sendiri yang akan membelanya (yaitu Allah ).”

Dalam riwayat yang lain Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata;

Abdul Mutthalib mendatangi mereka dan berkata, “Sesungguhnya ini adalah rumah Allah. Allah tidak akan menyerahkannya kepada seorangpun untuk menguasai nya (menghancurkannya).” Mereka berkata, “Kami tidak akan kembali hingga kami menghancurkannya.” Maka tidaklah mereka memerintahkan gajah mereka untuk maju kecuali gajah tersebut mundur. Allah ﷻ kemudian memanggil burung-burung dengan berbondong-bondong, lalu Allah ﷻ memberikan batu berwarna hitam kepada burung-burung tersebut. Tatkala burung-burung itu telah sejajar dengan mereka maka burung-burung itu melemparkan batu tersebut kepada mereka. Sehingga tidak tersisa seorang pun dari mereka kecuali mengalami rasa gatal (yang luar biasa-pent). Tidaklah seorangpun dari mereka yang menggaruk kulitnya kecuali dagingnya berjatuhan.” (Disebutkan oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 12/207 dan beliau menilai sanadnya hasan)

Begitulah akhir kisah pasukan Abrahah yang hancur lebur oleh pasukan burung-burung yang Allah  utus. Ada yang mengatakan bahwa Abrahah tidak mati disana melainkan Allah  siksa ia lebih dahulu dengan terlepasnya setiap bagian bagian tubuhnya hingga ia mati di kota Shan’a.

50 hari setelah kejadian tersebut, maka peristiwa luar biasa lainnya yang terjadi adalah lahirnya Nabi yang Mulia Muhammad Rasulullah pada hari senin pagi, tanggal 9 Rabi’ul Awwal (ada yang mengatakan 12 Rabi’ul Awwal) tahun gajah dan bertepatan dengan tanggal 22 April 577 Masehi.

Bidan yang menangani kelahiran beliau adalah Syifa’ binti Amr Ummu Addurrahman bin Auf. Tatkala Aminah melahirkan Rasulullah ada cahaya keluar dari dirinya yang menyinari istana-istana Syam. Aminah mengirim utusan untuk menyampaikan kabar gembira kepada kakek beliau , Abdul Muthallib.

Rumah Rasulullah yang sekarang menjadi perpustakaan
Abdul Muthallib kemudian menggendong Rasulullah , memasukannya ke dalam ka’bah, bersyukur dan berdoa kepada-Nya kemudian memberinya nama Muhammad dengan harapan semoga si bayi menjadi orang yang terpuji. Setelah tujuh hari, Abdul Muthallib melangsungkan aqiqah dan mengkhitan beliau ﷺ serta memberikan jamuan makan kepada orang-orang. Salah seorang paman Rasulullah ﷺ yang lain yang ikut bergembira atas kelahiran beliau adalah Abu Lahab. Saking bahagianya, ia memerdekakan budaknya dalam rangka bersuka cita atas kelahiran keponakannya. Namun sayang pada akhirnya ia menjadi musuh bebuyutan Nabi .

Adapun wanita pertama yang menyusui beliau  setelah ibundanya adalah Tsuwaibah. Sebagaimana yang telah menjadi tradisi bangsa Arab, anak yang baru lahir kemudian dicarikan ibu susuan agar otot-otot mereka menjadi kuat serta menjauhkannya dari berbagai penyakit. Maka kemudian Allah  menakdirkan seorang wanita yaitu Halimah binti Abu Dzuwaib. Keberkahan pun melanda Halimah binti Abu Dzuwaib. Mulai dari unta suaminya yang penuh berisi susu lalu keledai yang ditunggangi Halimah berjalan dengan cepat hingga tak seekorpun dapat menyusulnya. Setelah sampai di kampung Bani Sa’ad, kambing-kambing milik Halimah dan suaminya sudah berada dalam keadaan kenyang dengan perut penuh berisi rerumputan dan kantong susu  yang penuh berisi air susu. Halimah pun menyusui beliau ﷺ selama 2 tahun kemudian menyapihnya dan saat itu beliau sudah kuat.

Peristiwa mengejutkan kembali terjadi, Rasulullah  di datangi malaikat Jibril ketika beliau sedang bermain bersama teman-temannya. Jibril lalu meraih dan membaringkan beliau . Jibril kemudian membelah dada beliau , mengeluarkan hati beliau ﷺ lalu mengeluarkan segumpal darah darinya. Jibril berkata, “ini bagian setan darimu.” Setelah itu Jibril membasuh gumpalan darah itu dalam baskom emas dengan air zam-zam lalu merapatkannya dan mengembalikanya ke tempat semula.

Anak-anak berlarian kemudian mendatangi Halimah dan mengatakan “Muhammad terbunuh”. Mereka kemudian mendatangi beliau ﷺ dalam keadaan pucat.

Setelah peristiwa itu, Halimah pun mengembalikan Rasulullah ke pangkuan ibunda beliau .

-bersambung….

Friday, November 23, 2018

Perjalanan Hidup Manusia Mulia Nabi Muhammad ﷺ (Bagian 1: Nasab dan Keluarga Beliau ﷺ)



Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhir bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.

Adapun Adnan berasal dari keturunan Ismail bin Ibrahim. Hanya saja tidak diketahui pasti berapa jumlah nama orang antara Adnan dan Ismail.

Ibu beliau bernama Aminah binti Wahab bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Jadi Ayah dan Ibu beliau bertemu di kakek kelima Rasulullah yaitu Kilab. 

Beliau berasal dari kabilah Quraisy. Quraisy adalah julukan bagi Fihr bin Malik atau Nadhr bin Kinanah. Salah satu pemimpin terhormat di kalangan Quraisy adalah Qushay (kakek ke-4 Rasulullah ). Ia adalah orang pertama yang mengurusi Ka’bah dengan kata lain beliau lah yang memegang kunci Ka’bah. Dan Ia lah yang menempatkan Quraisy di lembah Mekkah. Qushay juga membangun sebuah rumah di bagian utara Ka’bah yang kemudian dikenal sebagai Darun Nadhwa. Disana lah para tokoh-tokoh Quraisy mengadakan permusyawaratan dan kesepakatan serta kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Ia juga yang memegang panji perang kaum Quraisy. Bagi para kaummnya, ia adalah sosok cendikiawan, dermawan, dan orang yang sangat didengar kata-katanya.

Keluarga beliau dikenal dengan keluarga Hasyimiyah, dinisbatkan kepada kakek ke-2 beliau yaitu Hasyim bin Abdi Manaf. Hasyim adalah julukannya sedangkan nama aslinya adalah Amr. Ia dijuluki Hasyim dikarenakan ia suka meremukkan roti kemudian dicampur dengan daging lalu dibuat roti kuah, setelah itu mempersilahkan orang-orang untuk memakannya.

Suatu kali, Hasyim melintas di Yatsir di tengah perjalanan dagangnya ke Syam. Ia kemudian menikahi Salmah binti Amr dari Bani Adi bin Najjar dan tinggal disana bersama isternya untuk beberapa waktu. Saat isterinya mengandung ia melanjutkan perjalanan ke Syam. Namun pada saat tiba di Palestina, ia meninggal dunia. Salma, melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Syaibah di Madinah dan dirawat serta diasuh oleh paman-pamannya disana. Ketika salah satu pamannya yang di Mekkah bernama Muthallib mengetahui kelahirannya, segera ia membawa Syaibah kembali ke Mekkah. Orang-orang Mekkah tidak mengetahui bahwa anak yang dibawa Muthallib ini adalah keponakannya melainkan seorang budak, sehingga mereka menjuluki anak tersebut dengan sebutan Abdul Muthallib (budaknya Muthallib).

Abdul Muthallib lantas menjadi orang yang paling besar kedudukannya di Mekkah. Ia meraih kemuliaan di zamannya. Ia adalah pemimpin dari kaummnya, Quraisy. Pemimpin kafilah dagang dan dijuluki Fayyadh dikarenakan kemurah hatiannya serta kedermawanannya yang senantiasa memberi makan orang-orang miskin. Ia juga mendapatkan kemulian untuk menggali sumur zam-zam setelah sebelumnya sumur tersebut ditutup oleh kabilah Jurhum ketika mereka pergi meninggalkan Mekkah. Ia mendapatkan mimpi mengenai tempat dan letak sumur tersebut sehingga ia dapat menggalinya.

Di masa Abdul Muthallib inilah terjadi peristiwa gajah yang diabadikan Allah di Qur’an melalui Surat Al-Fiil. Abrahah Al-Asyram datang dari Yaman dengan membawa 60 ribu pasukan dengan beberapa gajah untuk menghancurkan Ka’bah. Namun, Allah menurunkan bala tentara-Nya berupa burung Ababil dengan membawa batu-batu yang dibakar kemudian menghancurkan seluruh pasukan beserta gajah-gajahnya layaknya dedaunan yang dimakan ulat. Peristiwa ini terjadi kurang lebih 2 bulan sebelum kelahiran Nabi .

Silisilah Rasulullah dari jalur Adnan. Sumber: Atlas of the Islamic Conquest, hal: 72 cetakkan Dar-us-Salam 2010 - Riyadh

Abdul Muthallib memiliki memiliki salah seorang anak bernama Abdullah yang nantinya akan menjadi ayah dari Rasulullah . Ada kisah yang unik pada diri Abdullah. Suatu hari ketika sumur zam-zam berhasil digali, seluruh kaum Quraisy mencoba memperebutkannya. Melihat hal itu, Abdul Muthallib bernazar jika Allah memberinya sepuluh orang anak kemudian ia rawat hingga bisa membelanya maka ia akan mengorbankan salah satu anaknya. Ketika semuanya telah didapatkan Abdul Muthallib, lantas ia pun mulai mengundi anaknya untuk di korbankan. Nama Abdullah pun keluar untuk disembelih. Ketika ia membawa Abdullah ke depan Ka’bah untuk kemudian disembelih, orang-orang pun mencoba untuk menahannya hingga akhirnya Abdul Muthallib menebusnya dengan 100 ekor unta.

Dari sinilah kemudian Rasulullah dijuluki sebagai putra Adz-Dzabihain (dua orang yang hampir disembelih) yaitu Ismail dan Abdullah. Beliau juga dijuluki sebagai putra Mafdiyyain (dua orang yang ditebus) karena Ismail ditebus dengan domba dan Abdullah ditebus dengan 100 ekor unta.

Singkat cerita, Abdul Muthallib memilih Aminah binti Wahab sebagai isteri untuk Abdullah, anaknya. Aminah merupakan sosok wanita Quraisy dengan kemuliaan dan kedudukan terbaik. Ayahnya adalah Wahab, pemimpin Bani Zuhrah. Akhirnya mereka Abdullah dan Aminah membina rumah tangga di Mekkah.

Kemudian Abdul Muthallib mengutus Abdullah untuk pergi berdagang ke negeri Syam, lalu meninggal dunia saat di Madinah setelah pulang dari Syam dan dimakamkan di Darun Nabighah Adzubaini. Dikisahkan meninggalnya Abdullah terjadi sebelum Nabi yang mulia lahir ke dunia.

-bersambung….