Memahami sejarah panjang dakwah Rasulullah ﷺ yang penuh liku dan cobaan, merupakan salah satu cara meningkatkan keimanan kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Berikut adalah poster perjalanan Nabi ﷺ yang telah diringkas dalam bentuk infografis yang informatif sekaligus menarik. Silahkan klik link Download dibawah ini untuk mendapatkan Poster Sirah Nabi ﷺ dengan kualitas HD gratis.
Lights of Faith
Thursday, December 13, 2018
Tuesday, December 11, 2018
Shalat Part 4: Sifat Shalat Nabi ﷺ - Bagian 1
A. Pentingnya Shalat Sesuai Dengan Yang Diajarkan Rasulullah ﷺ
B. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Sebelum Melaksanakan Shalat
Nabi ﷺ bersabda:
Atau membaca doa:
Kita wajib mengetahui bahwa di antara syarat ibadah adalah ikhlas dan mutaba'ah, mengikuti Rasulullah ﷺ. Maka dari itu, kita harus mempelajari bagaimana dahulu Rasulullah ﷺ mendirikan shalat. Allah ﷻ memerintahkan kita mendirikan shalat. Allah ﷻ berfirman:
وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
"Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk." (Qs. Al-Baqarah: 43)
Yang dimaksud mendirikan shalat adalah mengerjakan shalat secara benar sesuai yang disebutkan dalam syariat, yaitu dengan mengikhlaskan shalat untuk Allah ﷻ semata dan mengikuti Nabi ﷺ. Nabi ﷺ bersabda:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
"Shalatlah seperti kalian melihat aku shalat." (HR. Al-Bukhari, kitab al-Adzan, bab: Al-Adzan lil musafir, hadits nomor 631)
Nabi ﷺ memerintahkan kita untuk shalat sebagaimana kita melihat beliau shalat. Khithab dalam hadits ini ditujukkan kepada para sahabat, dan perlu diketahui bahwa khithab Nabi ﷺ untuk sahabat adalah khithab yang berlaku untuk mereka dan juga umat hingga hari Kiamat.
B. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Sebelum Melaksanakan Shalat
Diriwayatkan dari Abu Hurairah:
"Ada seorang lelaki masuk masjid ketika Rasulullah sedang duduk di salah satu sudut masjid. Lalu orang tersebut shalat kemudian menghampiri (Nabi) dan mengucapkan salam kepada beliau. Beliau menjawab, 'Wa'alaikas Salam. Kembalilah, lalu shalatlah, karena engkau belum shalat'. (Orang tersebut kembali lalu shalat, kemudian menghampiri (Nabi) dab mengucapkan salam. Beliau menjawab, 'Wa'alaikas Salam. Kembalilah, lalu shalatlah, karena engkau belum shalat'. Pada kali kedua atau setelahnya, orang tersebut berkata, 'Ajarilah aku, wahai Rasulullah'. Beliau kemudian bersabda, 'Jika engkau hendak shalat maka sempurnakanlah wudhu, lalu mengahadap kiblat, lalu bertakbirlah." (HR. Al-Bukhari, kitab al-isti'dzan, bab: man radda faqala; 'alaika salam, hadits nomor 6251)
Seseorang keluar dari rumah dalam keadaan suci dari hadats kecil, hadats besar, dan najis dengan tenang dan berwibawa untuk shalat. Bahkan Rasulullah ﷺ memerintahkan kita untuk tidak mempercepat langkah ketika mendengar iqamat:
"Ada seorang lelaki masuk masjid ketika Rasulullah sedang duduk di salah satu sudut masjid. Lalu orang tersebut shalat kemudian menghampiri (Nabi) dan mengucapkan salam kepada beliau. Beliau menjawab, 'Wa'alaikas Salam. Kembalilah, lalu shalatlah, karena engkau belum shalat'. (Orang tersebut kembali lalu shalat, kemudian menghampiri (Nabi) dab mengucapkan salam. Beliau menjawab, 'Wa'alaikas Salam. Kembalilah, lalu shalatlah, karena engkau belum shalat'. Pada kali kedua atau setelahnya, orang tersebut berkata, 'Ajarilah aku, wahai Rasulullah'. Beliau kemudian bersabda, 'Jika engkau hendak shalat maka sempurnakanlah wudhu, lalu mengahadap kiblat, lalu bertakbirlah." (HR. Al-Bukhari, kitab al-isti'dzan, bab: man radda faqala; 'alaika salam, hadits nomor 6251)
Seseorang keluar dari rumah dalam keadaan suci dari hadats kecil, hadats besar, dan najis dengan tenang dan berwibawa untuk shalat. Bahkan Rasulullah ﷺ memerintahkan kita untuk tidak mempercepat langkah ketika mendengar iqamat:
إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى
الصَّلاَةِ، وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلاَ تُسْرِعُوا، فَمَا
أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
"Apabila kalian mendengar iqamat, maka berjalanlah menuju shalat dengan tenang dan berwibawa. Jangan mempercepat (langkah), Apa yang kalian jumpai (dari shalat) maka kerjakanlah, dan apa yang tertinggal oleh kalian maka sempurnakanlah" (HR. Al-Bukhari, kitab Al-Adzan, bab: La Yas'a ila Ash-Shalah wal Ya'ti bis Sakinah wal Waqar, hadits nomor 636)
Nabi ﷺ bersabda:
لَمْ يَخْطُ خُطْوَةً إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا
دَرَجَةً، وَحَطَّ عَنْهُ خَطِيئَةً
"Tidaklah (seseorang) melangkahkan satu ayunan kaki, melainkan Allah mengangkatnya satu derajat dengannya dan menggugurkan satu kesalahannya." (HR. Al-Bukhari, kitab Ash-Shalah, bab: Ash-Shalah fi masjidis Suq, hadits nomor 477)
Kemudian, ketika hendak masuk masjid maka dahulukanlah kaki kanan sambil membaca doa:
بِسْمِ اللَّهِ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
"Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam terlimpah kepada Rasulullah. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu untukku." (HR. Ibnu Majah, kitab, Al-Masajid wal Jama'ah, bab: Ad-Du'a 'Inda Dukhuli masjid, hadits nomor 771)
أَعُوذُ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيمِ
وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
"Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, kepada wajah-Nya yang mulia dan kekuasaan-Nya yang terdahulu, dari (gangguan) setan yang terkutuk." (HR. Abu Dawud, kitab Ash-Shalah, bab: Ma Ya'qulur Rajul 'Inda Dukhulihil Masjid, nomor hadits 466)
Setelah masuk masjid, bersiwaklah saat hendak shalat, menghadapkan seluruh tubuh ke kiblat dengan khusyuk dan menghadirkan hati, dan yakin Allah berbisik kepadanya saat shalat.
Sumber: Sifat Shalat Nabi ﷺ karya Syaikh Muhammad Utsaimin cet. Ummul Qura th. 2016
Monday, December 10, 2018
Shalat Part 3: Syarat-Syarat Shalat
A. Definisi Syarat-Syarat Shalat
1. Definisi secara bahasa
Syarat-syarat shalat adalah perkara yang menjadikan keabsahan shalat tergantung padanya. menurut etimologi syarat berarto tanda. Hal ini seperti yang disebutkan dalam firman Allah ﷻ :
فَهَلْ يَنْظُرُونَ
إِلَّا السَّاعَةَ أَنْ تَأْتِيَهُمْ بَغْتَةً ۖ فَقَدْ جَاءَ أَشْرَاطُهَا.....
“Maka apalagi yang mereka
tunggu-tunggu selain hari Kiamat, yang akan datang kepada mereka secara
tiba-tiba, karena tanda-tandanya sungguh telah datang.” (Qs. Muhammad: 18)
Asyratuha (syarat-syaratnya);
tanda-tandanya.
2. Defini menurut terminologi ahli ushul
Sedangkan definisi menurut terminologi ahli ushul, syarat adalah sesuatu yang apabila tidak ada maka (hukumnya) juga tidak ada dan apabila sesuatu tersebut ada belum tentu (hukum itu) ada.
B. Syarat Sah Sholat
Syarat sah shalat meliputi hal-hal sebagai berikut, yaitu:
1. Masuk waktu
Masuk waktu rupakan hal yang sangat penting. Jangan sampai kita shalat lewat daripada waktu yang telah ditentukan. Allah ﷻ berfirman:
.... إِنَّ الصَّلَاةَ
كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
"Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (Qs. An-Nisa: 103)
- Waktu - Waktu Shalat
(a) Shalat Fajar (Shubuh)
Waktu Shalat Fajar adalah dari terbit fajar - yaitu ketika fajar nampak jelas - hingga terbitnya matahari. Durasi waktu antara terbit fajar hingga terbit matahari berkisar antara satu seperempat jam dan satu setengah jam sesuai perbedaan musim
(b) Shalat Zhuhur
Waktu Shalat Zhuhur dimulai sejak matahari tergelincir ke barat hingga bayangan suatu benda menjadi sama dengannya, bayangan di sebelah timur setelah matahari condong ke barat.
(c) Shalat AsharWaktu Shalat Ashar adalah sejak waktu Shalat Zhuhur berakhir hingga matahari mulai menguning.
(d) Shalat MaghribWaktu Shalat Maghrib adalah sejak matahari terbenam hingga terbenamnya cahaya merah. Rentang waktu antara terbenamnya cahaya merah berkisar antara satu seperempat jam dan kdang satu setengah jam.
(e) Shalat Isya'Waktu Shalat Isya terhitung sejak cahaya merah terbenam hingga tengah malam. Dengan demikian, kita harus mengerjakan Shalat Isya sebelum jam sebelas malam, karena tidak boleh menunda Shalat Isya hingga tengah malam, mengingat tengah malam adalah akhir waktu Shalat Isya.
2. Suci dari hadats kecil dan besar
Yang dimaksud dengan hadats kecil adalah sesuatu yang mewajibkan wudhu. Sedangkan hadats besar adalah sesuatu yang mewajibkan mandi. Rasulullah ﷺ bersabda:
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ
"Shalat tidak diterima tanpa bersuci." (HR. Muslim nomor 224)
3. Bersih dari najis
Hendaknya tidak ada najis di pakaian, badan, dan tempat shalat. Dengan demikian, menjauhi najis dilakukan di tiga tempat, yaitu badan, pakaian, dan tempat shalat.
4. Menutup aurat
Syarat shalat yang keempat adalah menutup aurat. Hal ini berdasarkan firman Allah ﷻ :
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
"Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan." (Qs. Al-A'raaf: 31)
لاَ يُصَلِّي
أَحَدُكُمْ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ، لَيْسَ عَلَى عَاتِقَيْهِ شَىْءٌ
"Janganlah seseorang diantara kalian shalat mengenakan satu pakaian yang dikedua pundaknya tidak (tertutup) oleh sehelai benang pun" (HR. Al-Bukhari nomor 359)
Terkait syarat menutup aurat ini, ulama membagi aurat menjadi tiga kategori:
- Aurat Mughalazhah (Berat)
Aurat berat adalah aurat wanita merdekaa yang sudah baligh. Ulama mengatakan bahwa seluruh badan wanita adalah aurat di dalam shalat kecuali wajah. Ulama juga berbeda pendapat terkait kedua telapak tangan dan kaki.
- Aurat Mukhafafah (Ringan)
Aurat ringan adalah aurat lelaki yang berusia tujuh tahun hingga sepuluh tahun. Auratnya adalah kemaluan dan dubur. Untuk itu ia tidak wajib menutup paha karena masih kecil.
- Aurat Mutawasithah (Sedang)
Aurat sedang yaitu aurat selain yang disebutkan di atas. Yang wajib ditutupi adalah daerah antara pusar dan lutut. Lelaki yang berusia sepuluh tahun ke atas termasuk dalam kategori ini. termasuk juga wanita yang belum baligh, dan juga budak wanita.
5. Menghadap kiblat
Persyaratan menghadap kiblat ini berdasarkan firman Allah ﷻ :
وَمِنْ حَيْثُ
خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ
فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
"Dan dari manapun engkau (Muhammad) keluar, maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan dimana saja kamu berada, maka hadapkanlah wajahmu ke arah itu..." (Qs. Al-Baqarah: 150)
6. Niat
Niat adalah syarat sahnya shalat. Setiap orang yang berwudhu, pergi ke masjid dan shalat, sudah tentu ia memiliki niat, karena niat tidak memerlukan tindakan, tidak perlu berpikir dan tidak perlu terus diingat.
Sumber: Sifat Shalat Nabi ﷺ karya Syaikh Muhammad Utsaimin cet. Ummul Qura th. 2016
Saturday, December 8, 2018
Shalat Part 2 : Urgensi, Keutamaan, dan Manfaat Shalat
A. Urgensi Shalat
1. Shalat termasuk salah satu rukun Islam yang paling penting yang berada di urutan kedua setelah dua kalimat syahadat.
2. Shalat adalah tiang agama. Nabi ﷺ bersabda,
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ
وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ
"Inti segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad."
(HR. At-Turmudzi, Abwabul Iman, bab: Ma Ja'a fii Hurmatish Shalah, hadits nomor 2616)
3. Shalat merupakan amalan yang istimewa di antara seluruh rukun Islam selain dua kalimat syahadat. Apabila seseorang meninggalkannya maka ia kafir dengan kekafiran yang mengeluarkan dari agama. Ia sama seperti Fir'aun, Haman, dan Ubai bin Khalaf.
4. Allah mewajibkan shalat kepada Rasul-Nya di atas tujuh langit, di tempat tertinggi yang dicapai makhluk.
5. Allah mewajibkan shalat di malam terbaik bagi Rasulullah ﷺ yaitu malam Mi'raj ketika Rasulullah ﷺ dibawa naik ke langit, hingga di atas langit ketujuh, hingga sampai ke tempat di mana goresan pena-pena qadha dan qadar terdengar di sana, seperti yang diisyaratkan Allah dalam firman-Nya:
يَسْأَلُهُ مَنْ
فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ
"Apa yang di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan." (Qs. Ar-Rahman: 29)
Allah memberikan kecukupan kepada orang fakir, memiskinkan orang kaya, membuat orang sehat jatuh sakit, menyembuhkan orang sakit, mematikan orang hidup, menghidupkan orang mati, dan kesibukan-kesibukan lain yang tak bisa dihitung banyaknya oleh siapapun selain Allah ﷻ semata.
6. Allah mewajibkan shalat kepada Nabi ﷺ tanpa melalui perantara.
7. Shalat perintahkan pada mulanya sebanyak lima puluh kali sehari. Namun pada akhirnya Allah ﷻ memerintahkan untuk mengerjakan shalat sebanyak lima kali sehari. Dengan demikian, setiap satu shalat ini ketika dikerjakan, ia seolah-olah dikerjakan sebanyak sepuluh kali. Ketika ia mengerjakan Shalat Zhuhur maka seakan-akan ia mengerjakannya sepuluh kali. Ketika mengerjakan Shalat Ashar maka seakan-akan ia mengerjakannya sepuluh kali. Dan begitu seterusnya.
8. Di dalam (pelaksanaan) shalat, Allah mewajibkan suci dari hadats besar, najis di badan, pakaian, dan tempat, agar orang yang mengerjakan shalat berada dalam kondisi suci secara sempurna, baik suci lahir maupun batin.
9. Banyak terdapat dalil berkaitan dengan shalat di dalam Kitab Allah dan As-Sunnah Rasul-Nya, baik dalam bentuk perintah maupun larangan, dorongan maupun peringatan, kabar maupun perintah.
10. Shalat di dahului dengan thaharah badan dan hati agar ketika seseorang memulai shalat dan saat hendak berdiri di hadapan Allah, ia berada dalam kondisi hati, badan, dan tempat yang suci.
B. Keutamaan Shalat
- Dalil Al-Qur'an
Allah ﷻ berfirman:
"Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, dan orang yang menunaikan zakat, dan orang yang memeliharan kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barangsiapa mencari di balik itu (zina dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya, serta orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya." (Qs. Al-Mu'minun: 1 -11)
Allah ﷻ berfirman:
"Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir, kecuali orang-orang yang melaksanakan shalat, mereka yang tetap setia melaksanakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta, dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.
Sesungguhnya terhadap azab Tuhan mereka, tidak ada seseorangpun yang merasa aman (dari kedatangannya), dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Maka barangsiapa mencari di luar itu (seperti zina, homoseks dan lesbian), mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat dan janjinya, dan orang-orang yang berpegang teguh pada kesaksiannya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itu dimuliakan di dalam surga." (Qs. Al-Ma'arij: 19 - 35)
Allah ﷻ berfirman:
"Bacalah Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah shalat." (Qs. Al-Ankabuut: 45)
Allah ﷻ berfirman:
"Peliharalah semua shalat dan shalat Wustha. Dan laksanakanlah (shalat) karena Allah dengan khusyuk." (Qs. Al-Baqarah: 238)
- Dalil As-Sunnah
Nabi ﷺ bersabda:
"Sungguh, amalan agama pertama yang Allah wajibkan kepada manusia adalah shalat, amalan agama yang terakhir bertahan adalah shalat, dan amalan pertama (manusia) yang dihisab adalah shalat. Allah ﷻ berfirman, 'Lihatlah shalat hamba-Ku!' Jika shalatnya sempurna maka dicatat sempurna untuknya. Dan jika kurang, Allah ﷻ berfirman, 'Lihatlah, apakah hamba-Ku punya (shalat) sunnah?' Jika ia punya (shalat) sunnah, (shalat) fardhunya disempurnakan dengan (shalat) sunnah'."
"Sungguh, amalan agama pertama yang Allah wajibkan kepada manusia adalah shalat, amalan agama yang terakhir bertahan adalah shalat, dan amalan pertama (manusia) yang dihisab adalah shalat. Allah ﷻ berfirman, 'Lihatlah shalat hamba-Ku!' Jika shalatnya sempurna maka dicatat sempurna untuknya. Dan jika kurang, Allah ﷻ berfirman, 'Lihatlah, apakah hamba-Ku punya (shalat) sunnah?' Jika ia punya (shalat) sunnah, (shalat) fardhunya disempurnakan dengan (shalat) sunnah'."
(Bagian akhir hadits ini ditakhrij Abu Dawud dalam kitab Ash-Shalah, bab: Qaulun Naby shallallahu 'alaihi wa sallam: (Kullu Shalati ...), hadits nomor 864, At-Tirmidzi, kitab Ash-Shalah, bab: Ma ja'a Anna Awwala Ma Yuhasbu bihil 'Abdu Yawwal Qiyamati Ash-Shalatu, hadits nomor 413, An-Nasa'i, kitab Ash-Shalah, bab: Al-Muhasabah 'Alash Shalah, hadits nomor 466, Ibnu Majah, kitab, Iqamatish Shalawat bab: Ma ja'a Anna Awwala Ma Yuhasbu bihil 'Abdu Yawwal Qiyamati Ash-Shalatu, hadits nomor 1425. Bagian awal hadits ini di takhrij Abu Ya'la (VII/153).)
Nabi ﷺ bersabda:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, ia berkata, "Bahwa seseorang datang kepada Nabi ﷺ lalu bertanya kepada beliau tentang amalan paling utama? Rasulullah ﷺ menjawab, 'Shalat'. Setelah itu orang tersebut bertanya, 'Lalu apa?' Beliau menjawab, 'Shalat'. Orang itu bertanya lagi, 'Lalu apa?' Beliau menjawab, 'Shalat', hingga tiga kali. Ibnu Amr berkata, 'Karena orang itu terus bertanya, Rasulullah ﷺ akhirnya menjawab, 'Jihad di jalan Allah'." (HR. Ahmad (II/172), Ibnu Hibban, dzikrul khabar ad-dal 'ala 'anna Ash Shalatal Faridhata Afdhal Minal Jihad al-Faridhah, hadits nomor 1722)
Nabi ﷺ bersabda:
"Beristiqomahlah kalian dan kalian tidak akan mampu (mengamalkan semua yang Allah wajibkan kepada kalian). Ketahuilah bahwa amalan terbaik kalian adalah shalat. Dan tidak ada yang memelihara wudhu selain orang mukmin" (HR. Ibnu Majah , kitab Ath-Thaharah wa Sunanuha, bab: Al-Muhazhafah 'alal Wudhu', hadits nomor 277, 278, Ad-Darimi, kitab Ath-Thaharah, bab: Ma Ja'a fith Thahur, hadits nomor 681, Ahmad (V/276))
Nabi ﷺ bersabda:
"Perbanyaklah sujud kepada Allah, karena sungguh bila engkau sujud kepada Allah satu kali, niscaya Allah mengangkatmu satu derajat dengannya, dan menggugurkan satu kesalahanmu dengannya." (HR. Muslim, kitab Ash-Shalah, bab: Fadhlus Sujud, hadits nomor 488)
C. Manfaat Shalat
1. Shalat adalah penyejuk mata hati, membuat hati tenang dan jiwa menjadi tenteram.
2. Shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar ketika dikerjakan sesuai dengan cara yang diperintahkan. Allah ﷻ berfirman, "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar". (Qs. Al-Ankabuut: 45)
3. Shalat adalah pertolongan bagi seseorang dalam segala urusan agama maupun dunia. Allah ﷻ berfirman, "Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk." (Qs. Al-Baqarah: 45)
4. Allah memberikan pahala yang besar dan kebaikan yang banyak sebagai balasan untuk shalat. Nabi ﷺ bersabda:
"Ada lima shalat yang Allah wajibkan kepada hamba-Nya. Siapa yang menunaikannya tanpa menyia-nyiakannya sedikitpun dengan menyepelekan hak-haknya, maka ia punya perjanjian disisi Allah bahwa Allah akan memasukannya ke surga" (HR. Abu Dawud, kitab, Al-Witr bab Fi Man Lam Yutar, hadits nomor 1420)
5. Shalat itu menggugurkan dosa-dosa kecil dan membersihkan kesalahan-kesalahan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, "Tahukah kalian, sekiranya ada sungai di depan pintu seseorang di antara kalian, ia mandi di sungai itu sebanyak lima kali dalam sehari. Apakah masih tersisa kotorannya walau sedikit?" Mereka (para sahabat) menjawab, "Tidak akan tersisa sedikitpun kotorannya." Beliau bersabda, 'Itulah perumpamaan shalat lima waktu. Dengannya, Allah menghapus kesalahan-kesalahan." (HR. Al-Bukhari, kitab Mawaqitush Shalah, bab: Ash-Shalawatul khams kaffarah, hadits nomor 528)
6. Dengan shalat berjama'ah kaum muslimin dapat berkumpul mengerjakannya di satu tempat, saling mengenal dan menyatukan hati, mengajari yang tidak tahu, mengingatkan yang lupa, menampakkan syiar-syiar Islam dan maslahat-maslahat besar lainnya.
7. Shalat adalah hubungan/komunikasi antara seorang hamba dengan Rabbnya. Sebab, ketika seseorang berdiri di dalam shalat, Allah menghadapkan wajah-Nya kepadanya.
Sumber: Sifat Shalat Nabi ﷺ karya Syaikh Muhammad Utsaimin cet. Ummul Qura th. 2016
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, ia berkata, "Bahwa seseorang datang kepada Nabi ﷺ lalu bertanya kepada beliau tentang amalan paling utama? Rasulullah ﷺ menjawab, 'Shalat'. Setelah itu orang tersebut bertanya, 'Lalu apa?' Beliau menjawab, 'Shalat'. Orang itu bertanya lagi, 'Lalu apa?' Beliau menjawab, 'Shalat', hingga tiga kali. Ibnu Amr berkata, 'Karena orang itu terus bertanya, Rasulullah ﷺ akhirnya menjawab, 'Jihad di jalan Allah'." (HR. Ahmad (II/172), Ibnu Hibban, dzikrul khabar ad-dal 'ala 'anna Ash Shalatal Faridhata Afdhal Minal Jihad al-Faridhah, hadits nomor 1722)
Nabi ﷺ bersabda:
اسْتَقِيمُوا وَلَنْ تُحْصُوا وَاعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ
أَعْمَالِكُمُ الصَّلاَةُ وَلاَ يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلاَّ مُؤْمِنٌ
Nabi ﷺ bersabda:
عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لاَ
تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ
بِهَا خَطِيئَةً
"Perbanyaklah sujud kepada Allah, karena sungguh bila engkau sujud kepada Allah satu kali, niscaya Allah mengangkatmu satu derajat dengannya, dan menggugurkan satu kesalahanmu dengannya." (HR. Muslim, kitab Ash-Shalah, bab: Fadhlus Sujud, hadits nomor 488)
C. Manfaat Shalat
1. Shalat adalah penyejuk mata hati, membuat hati tenang dan jiwa menjadi tenteram.
2. Shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar ketika dikerjakan sesuai dengan cara yang diperintahkan. Allah ﷻ berfirman, "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar". (Qs. Al-Ankabuut: 45)
3. Shalat adalah pertolongan bagi seseorang dalam segala urusan agama maupun dunia. Allah ﷻ berfirman, "Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk." (Qs. Al-Baqarah: 45)
4. Allah memberikan pahala yang besar dan kebaikan yang banyak sebagai balasan untuk shalat. Nabi ﷺ bersabda:
خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللَّهُ عَلَى الْعِبَادِ
فَمَنْ جَاءَ بِهِنَّ لَمْ يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ شَيْئًا اسْتِخْفَافًا
بِحَقِّهِنَّ كَانَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ وَمَنْ
لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ
وَإِنْ شَاءَ أَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ
"Ada lima shalat yang Allah wajibkan kepada hamba-Nya. Siapa yang menunaikannya tanpa menyia-nyiakannya sedikitpun dengan menyepelekan hak-haknya, maka ia punya perjanjian disisi Allah bahwa Allah akan memasukannya ke surga" (HR. Abu Dawud, kitab, Al-Witr bab Fi Man Lam Yutar, hadits nomor 1420)
5. Shalat itu menggugurkan dosa-dosa kecil dan membersihkan kesalahan-kesalahan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, "Tahukah kalian, sekiranya ada sungai di depan pintu seseorang di antara kalian, ia mandi di sungai itu sebanyak lima kali dalam sehari. Apakah masih tersisa kotorannya walau sedikit?" Mereka (para sahabat) menjawab, "Tidak akan tersisa sedikitpun kotorannya." Beliau bersabda, 'Itulah perumpamaan shalat lima waktu. Dengannya, Allah menghapus kesalahan-kesalahan." (HR. Al-Bukhari, kitab Mawaqitush Shalah, bab: Ash-Shalawatul khams kaffarah, hadits nomor 528)
6. Dengan shalat berjama'ah kaum muslimin dapat berkumpul mengerjakannya di satu tempat, saling mengenal dan menyatukan hati, mengajari yang tidak tahu, mengingatkan yang lupa, menampakkan syiar-syiar Islam dan maslahat-maslahat besar lainnya.
7. Shalat adalah hubungan/komunikasi antara seorang hamba dengan Rabbnya. Sebab, ketika seseorang berdiri di dalam shalat, Allah menghadapkan wajah-Nya kepadanya.
Sumber: Sifat Shalat Nabi ﷺ karya Syaikh Muhammad Utsaimin cet. Ummul Qura th. 2016
Friday, December 7, 2018
Shalat Part 1 : Makna dan Waktu Diwajibkannya Shalat
A. Shalat Menurut Etimologi (Bahasa)
Shalat menurut etimologi artinya doa. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ﷻ :
... ۖ وَصَلِّ عَلَيْهِمْ
"Dan berdo'alah untuk mereka." (At-Taubah: 103)
maknanya, berdoalah untuk mereka.
Hal serupa juga disebutkan dalam sabda Nabi ﷺ :
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ وَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ
"Apabila seseorang di antara kalian diundang makan, maka penuhilah (undangan itu). Jika sedang berpuasa, hendaklah ia mendoakan (orang yang mengundang), dan jika ia tidak berpuasa, hendaklah ia makan"
(HR. Muslim, kitab An-Nikah, bab: Al-Amru bi Ijabatid da'i, hadits nomor 1431)
Maknanya, hendaklah ia mendoakan (orang yang mengundang). Sementara itu, Al-A'sya dalam syairnya berkata:
Putriku berkata padahal aku sudah hampir pergi
Ya Rabb! Jauhkan ayahku dari musibah penyakit
Semoga engkau juga mendapatkan seperti yang engkau doakan
pejamkan mata untuk tidur, karena sisi tubuh seseorang itu adalah untuk berbaring
(Diwanul A'sya, hal: 73)
Maksudnya, semoga engkau mendapatkan seperti yang engkau doakan untukku.
B. Shalat Menurut Terminologi Syar'i
Menurut terminologi syari'at, shalat adalah ibadah dengan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan tertentu, diawali dengan takbir dan diakhiri dangan salam.
Shalat mencakup: shalat fardhu lima waku, Shalat Jum'at, Shalat Jenazah. Juga sujud tilawah dan sujud syukur jika kita katakan kedua sujud ini dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
C. Kapan dan Dimana Shalat Diwajibkan
Shalat lima waktu diwajibkan sebelum hijrah, tepatnya pada malam Mi'raj, yaitu malam ketika Rasulullah ﷺ diperjalankan ke Baitul Maqdis, lalu setelah itu beliau dibawa naik ke langit. Peristiwa ini terjadi setahun sebelum hijrah. Pendapat lain menyatakan tiga tahun sebelum hijrah. Pendapat berbeda menyatakan lima tahun sebelum hijrah.
Pada mulanya, Allah mewajibkan shalat lima puluh kali sehari semalam kepada Nabi ﷺ lalu beliau menerima kewajiban shalat lima puluh kali ini. Setelah itu, beliau turun seraya berserah diri dan ridha pada kewajiban yang Allah ﷻ bebankan kepada beliau selaku pemimpin umat untuk selanjutnya ia laksanakan bersama seluruh umat, hingga beliau berpapasan dengan Musa bin Imran - di langit ke enam - lalu Musa bertanya kepada beliau:
"Apa yang diperintahkan Rabbmu?" Beliau menjawab, "Aku diperintahkan shalat lima puluh kali setiap hari."
Musa berkata, "Sungguh, umatmu tidak akan mampu shalat lima puluh kali setiap hari. Sungguh, demi Allah, aku sudah pernah berpengalaman menghadapi orang-orang sebelummu. Aku sudah pernah menangani Bani Israil dengan susah payah. Kembalilah kepada Rabbmu, mintalah keringanan untuk umatmu."
Nabi ﷺ berkata, "Lalu aku kembali (menemui Rabb), dan Dia mengurangi sepuluh shalat. Aku kemudian kembali menemui Musa, Musa pun mengatakan hal yang sama. Aku kemudian kembali lagi (menemui Rabb), lalu Dia mengurangi sepuluh shalat. Aku kemudian kembali menemui Musa, Musa pun mengatakan hal yang sama. Aku kemudian kembali lagi (menemui Rabb), lalu Dia mengurangi sepuluh shalat. Aku kemudian kembali menemui Musa. Musa pun mengatakan hal yang sama. Aku kemudian kembali lagi (menemui Rabb), lalu aku diperintahkan shalat lima waktu setiap hari. Aku kemudian kembali menemui Musa. Musa pun bertanya, 'Apa yang diperintahkan Rabbmu?' Aku jawab, 'Aku diperintahkan shalat lima waktu setiap hari'.
Musa berkata, 'Sungguh, umatmu tidak akan mampu mengerjakan shalat lima kali setiap hari. Sungguh, demi Allah, aku sudah pernah berpengalaman menghadapi orang-orang sebelummu. Aku sudah pernah menangani Bani Israil dengan susah payah. Kembalilah kepada Rabbmu, mintalah keringanan untuk umatmu'. Aku berkata, 'Aku (sudah berkali-kali) meminta (keringanan) kepada Rabbku, hingga aku merasa malu. Aku rida dan menerima (shalat lima waktu sehari)'. Saat aku berlalu, ada yang menyerukan, 'Aku telah memberlakukan kewajiban-Ku, dan Aku telah memberikan keringanan untuk hamba-hamba-Ku'."
(HR. Bukhari, kitab At-Tauhid, bab: Ma Ja'a fii Qaulihi: (Wa kalamallahu Musa Taklima), hadits nomor 7517, Muslim, kitab Al Iman, bab: Al-Isra' bi Rasulillahi Shallallahu 'alaihi wa sallam, hadits nomor 162.)
Rasulullah ﷺ akhirnya turun dengan rela hati dan lapang dada menerima perintah shalat lima waktu sehari semalam. Alhamdulillah.
Pada mulanya, shalat diwajibakan adalah dua raka'at - dua raka'at, kecuali Shalat Maghrib sebanyak tiga raka'at. Kemudian, ketika Nabi ﷺ berhijrah, shalat pada mukim ditambah menjadi empat raka'at kecuali Shalat Fajar dan Maghrib.
عَنْ عَائِشَةَ ـ رضى الله عنها ـ قَالَتْ فُرِضَتِ الصَّلاَةُ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ هَاجَرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَفُرِضَتْ أَرْبَعًا، وَتُرِكَتْ صَلاَةُ السَّفَرِ عَلَى الأُولَى
Disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari, dari Aisyah رضى الله عنها , ia berkata, "Shalat diwajibkan dua raka'at, kemudian Nabi ﷺ berhijrah lalu (shalat) diwajibkan menjadi empat raka'at. Sementara shalat dalam perjalanan tetap seperti sedia kala (dua raka'at)."
(HR. Al-Bukhari, kitab Manaqibil Anshar, bab: At-Tarikh min Ayna Arrakhut Tarikh, hadits nomor 3935)
Imam Ahmad meriwayatkan, "Kecuali Maghrib karena ia (raka'atnya) ganjil, dan Subuh bacaan di dalamnya dipanjangkan."
Ulama berbeda pendapat, apakah shalat sudah diwajibkan sebelum peristiwa Mi'raj:
- Sebagian ulama berpendapat, sebelum Mi'araj tidak ada shalat yang diwajibkan, selain perintah untuk shalat malam tanpa adanya batasan.
- Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa shalat pada mulanya diwajibkan dua raka'at pada pagi hari, dan dua rakaat pada petang hari. Wallahu a'lam.
Sumber: Sifat Shalat Nabi ﷺ karya Syaikh Muhammad Utsaimin cet. Ummul Qura th. 2016
Wednesday, December 5, 2018
The Greatest Muslim │Haji Umar Mita (1892 – 1976) │ Sang Samurai Pertama
Masjid Kobe - Masjid tertua di Jepang |
Lahir pada tanggal 19 Desember 1892, Ryoichi
Mita berasal dari kalangan bangsawan Jepang tepatnya dari golongan prajurit kelas atas
yang biasa dikenal sebagai Samurai. Keluarganya merupakan pemeluk Budha. Semasa
kecil ia dan keluarganya tinggal di wilayah Yamaguchi, sebuah daerah di sebelah
Barat negera Jepang.
Ryoichi muda sempat mengalami beberapa
halangan dalam perkembangan hidup dan pendidikannya dikarenakan masalah
kesehatan. Ia memiliki kesehatan yang rapuh dan fisik yang lemah yang membuat
dirinya sulit untuk menempuh standar pendidikan serta pendidikan tinggi, namun
dengan kesabaran dan ketekunannya (yang mana dua hal ini akan membawa dirinya
menjadi seorang ulama di masa depan), ia pun akhirnya lulus dari Yamaguci
Commercial College pada bulan Maret 1916 pada umur 24 tahun.
Hubungan dengan Cina
Tidak seperti pemuda Jepang pada umumnya,
Ryoichi memiliki ketertarikan yang luar biasa terhadap budaya Cina. Ambisi masa
mudanya adalah untuk berpergian ke negeri Cina dan menguasai bahasa disana layaknya
penduduk asli negeri Cina itu sendiri. Akhirnya tak lama setelah lulus dari
kampus, beliau kemudian melakukan perjalanannya ke negeri Cina.
Episode perjalanan impian ini akan
menjadi batu loncatan bagi Ryoichi dalam menemukan pesan pesan keislaman
disana, di negeri Cina.
Dalam kesempatan – kesempatan yang terbatas
yang ia dapati ketika bertemu dengan pemuda-pemuda muslim dari cina,
ketertarikan Ryoichi akan prinsip dan gaya hidup orang muslim memicu kembali rasa
ingin tahunya untuk belajar lebih banyak tentang agama Islam. Tidak seperti
budaya cina, yang mana tradisi dan adat istiadatnya pernah ia dengar dari
orang-orang di Jepang, baginya Islam adalah sesuatu yang amat asing dan sama
sekali tidak diketahui sebelumnya.
Invasi Jepang dan Masuknya Islamnya Ryoichi Mita
Ryoichi muda pernah suatu saat memiliki
kesempatan untuk berkenalan dengan salah seorang petualang Jepang yang bernama
Haji Omar Kotaro Yamaoka.
Haji Omar Kotaro Yamaoka disebut-sebut sebagai
orang Jepang pertama yang pergi Haji ke Mekkah pada tahun 1909. Pada tahun
1910, beliau kembali ke Jepang dengan membawa misi yang mulia yaitu
memperkenalkan Islam ke seluruh penjuru Jepang.
Tidak mengherankan, ketika buku-buku dan
artikel yang ditulis oleh Haji Omar Kotaro Yamaoka memancing imajinasi dan
insting rasa ingin tahu Ryoichi muda yang baru saja kembali dari negeri Cina
pada tahun 1921 yang membawanya untuk mulai belajar lebih dalam tentang
tulisan-tulisan dan ceramahnya Haji Omar Kotaro Yamaoka yang mana puncaknya terjadilah
pertemuan antara Ryoichi muda dan Haji Omar Kotaro Yamaoka di Kamakura dekat
Tokyo. Kesempatan ini membuat Ryoichi Mita yang saat itu berusia 29 tahun mulai
belajar tentang Islam secara intensif.
Insiden Manchuria
Di tahun berikutnya tepatnya pada tahun
1922, Ryoichi Mita kemudian menikah lalu pindah ke arah timur laut cina, di
perbatasan luar Manchuria dimana ia ditugaskan untuk bekerja di sebuah
perusahaan kereta api.
Ketika Insiden Manchuria terjadi dimana militer Jepang menginvasi Cina, yang mana menghasilkan banyak kekerasan dan kekejaman di berbagai komunitas. Tanpa pernah diduga sebelumnya, invasi yang dilakukan Jepang terhadap Cina menjadi sebuah jembatan pemisah antara orang Jepang dan komunitas Muslim di China untuk pertama kalinya.
Ryoichi Mita akhirnya mengambil langkah untuk menjadi seorang muslim pada tahun 1941. Saat itu ia berusia 49 tahun ketika Imam Wang Reilan pemimpin Masjid Nyuchie di Ibukota Cina, Beijing membantu dan membimbing Ryoichi untuk mengucap dua kalimat syahadat. Segera setelah mengucap syahadat, Ryoichi kemudian mengumumkan keislamannya dan mengganti namanya menjadi Umar Mita.
Asosiasi Muslim Jepang
Selama masa peperangan Cina-Jepang (Sino-Japan War), banyak wilayah Cina berhasil ditaklukan oleh militer Jepang. Kebanyakan dari orang-orang Jepang yang baru masuk Islam kemudian memilih untuk pulang ke Jepang. Pada masa ini, Umar Mita memutuskan untuk tetap berada di negeri Cina sampai konflik berakhir. Setelah menghabiskan kurang lebih 30 tahun masa hidupnya bekerja di perusahaan kereta api disana, ia pun memutuskan untuk segera pensiun dan kembali ke Jepang.
Tak lama setelah ia pulang ke Jepang, ia lalu mengajar bahasa Cina untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kehidupan barunya di Jepang berjalan tidak begitu baik menyusul kematian tragis istrinya yang akhirnya membuat ia kembali berhenti bekerja dan menuntutnya untuk pindah ke daerah lain.
Pada tahun 1952, Umar Mita bermukim di Tokyo dan memutuskan untuk fokus mendalami agama Islam dan Bahasa Arab. Pada saat itu, Umar Mita telah menginjak 60 tahun dan mulai mendedikasikan hidupnya untuk belajar Islam dimulai dari pondasi utamanya.
Efek peperangan yang ditimbulkan di kota Tokyo pada waktu itu membuat makanan dan pakaian menjadi sangat langka ditambah tidak sedikit bangunan-bangunan yang luluh lantak menghiasi sudut-sudut kota Tokyo.
Namun, terlepas dari situasi yang semrawut ini, perlahan tapi pasti komunitas muslim mulai tumbuh dan berkembang. Tepat pada tahun 1953 organisai islam pertama muncul di Jepang dengan nama Asosiasi Muslim Jepang.
Imigran Muslim
Meskipun muslim pribumi Jepang memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan komunitas muslim di sana, tak bisa kita pungkiri bahwa di Jepang pada awalnya juga banyak menerima kedatangan ratusan muslim yang berasal dari Turki, Uzbekistan, Tajikistan, Kyrgistan dan Kazakhstan serta daerah-daerah di Asia Tengah dan Rusia sebagai akibat dari peristiwa Revolusi Bolshevik pada Perang Dunia pertama.
Dengan kedatangan muslim-muslim tersebut, maka berdirilah beberapa masjid serta beberapa penduduk asli Jepang mulai memeluk Islam. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya masjid pertama yaitu masjid Kobe, yang di bangun di distrik Kitano-cho pada tahun 1935.
Yang menakjubkan bahwa masjid Kobe ini sempat berhasil selamat dari serangan udara yang meluluh lantakan sebagian besar bangunan-bangunan yang ada di kota Kobe pada tahun 1945. Masjid Kobe juga berhasil bertahan dari dahsyatnya bencana gempa bumi Henshin pada tahun 1995, sementara bangunan-bangunan modern di sekitarnya banyak yang mengalami rusak parah.
Penerjemahan Al-Qur'an
Dalam mengejar studi Islamnya, Umar mita kemudian mengadakan perjalanan untuk yang kesekian kalinya. Ia berangkat ke Pakistan pada tahun 1957 ditemani oleh kelompok Jamaah Tabligh. Di tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1958, ia melanjutkan perjalannanya ke Mekkah untuk melaksanak rukun Islam yang ke-lima yaitu Ibadah Haji.
Ia pun menyempurnakan seluruh perjalanannya tersebut dengan kembali ke Jepang membawa sesuatu yang baru yaitu ambisi mendakwahkan Islam di kampung halamannya. Di saat yang sama, Umar Mita terpilih menjadi presiden Asosiasi Muslim Jepang menyusul wafatnya presiden sebelumnya.
Walaupun dakwah dan studinya tentang Islam dapat dikatakan terlambat mengingat saat itu ia telah berusia 69 tahun ketika semua kesempatan itu muncul di hadapannya. Namun hal tersebut tak menyurutkan dirinya serta ambisinya untuk tetap menyebarkan Islam kepada penduduk Jepang walau harus mengerahkan semua yang ia miliki.
Alhasil, di masa kepemimpinannya di Asosiasi Muslim Jepang, ia pun memulai proyek ambisiusnya untuk menerjemahkan Al-Qur'an ke dalam bahasa Jepang. Dengan demikian secara tidak langsung Umar Mita membuka pintu kesempatan yang lebar bagi seluruh orang-orang Jepang untuk bersentuhan langsung dengan risalah Islam. Tantangan yang dihadapi di dalam proyek ini terbilang cukup besar dikarenakan sebelumnya sudah ada empat terjemahan Al-Qur'an yang ditulis oleh kalangan non-muslim yang mana masing-masing dicetak pada tahun 1920, 1937, 1950, dan 1957.
Namun, sebagai seorang muslim, Haji Umar Mita tergerak dan merasa perlu untuk menerbitkan satu terjemahan Al-Qur'an yang baru bukan hanya karena terjemahan sebelumnya ditulis oleh non-muslim, tetapi juga karena terjemahan yang akan dibuat oleh Umar Mita akan menjadi terjemahan pertama yang langsung diterjemahkan dari Al-Qur'an berbahasa Arab. Tidak seperti terjemahan-terjemahan sebelumnya yang mana ketika diterjemahkan tidak langsung dari Al-Quran berbahasa Arab melainkan dari bahasa Perancis, Inggris, dan Jerman. Selain itu, terjemahan Umar Mita akan langsung diawasi dan direvisi dengan teliti oleh para ulama timur tengah yang menjadikan terjemahan ini sebagai terjemahan pertama Al-Qur'an yang sebenar-benarnya.
Di tengah-tengah proyeknya tersebut, Haji Umar Mita yang genap berusia 70 tahun melanjtkan perjalanannya kembali ke Pakistan pada tahun 1961. Ia menghabiskan beberapa waktu di Lahore sambil terus mengerjakan terjemahannya sembari melanjutkan studinya dalam bidang bahasa arab dan tafsir Al-Qur'an yang dibimbing oleh para ulama setempat.
Tak lama kemudian ia diundang untuk mengunjungi Mekkah dalam rangka mendapatkan dukungan dan dorongan dari Liga Muslim Dunia dalam misinya untuk menerjemahkan Al-Qur'an ke dalam bahasa Jepang.
Ketika berada disana, Haji Umar Mita tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk kembali belajar lebih banyak tentang Al-Qur'an dan bahasa arab langsung dari para ulama baik yang ada di Mekkah, Madinah, Jeddah, Thaif, dan Riyadh yang manamenghasilkan sebuah terjemahan yang sangat indah dan disertai dengan makna yang mendalam yang diambil langsung dari Al-Qur'an berbahasa arab.
Manuskrip Pertama Berbahasa Jepang
Setelah beberapa tahun mendedikasikan hidupnya untuk belajar dan berkomitmen teguh untuk menerjemahkan Al-Qur'an berbahasa Jepang, tepat pada tahun 1968, Haji Umar Mita merampungkan draft pertamanya yang kemudian ia kirimkan ke Asosiasi Muslim Jepang untuk ditinjau dan direvisi sebelum akhirnya diajukanlah naskah perbaikan dua tahun kemudian yaitu pada Juni 1970 ke Liga Muslim Dunia di Mekkah. Setelah dilakukan evaluasi secara menyeluruh dan seksama yang dilakukan oleh komite ahli khusus selama enam bulan, naskah tersebut akhirnya disetujui dan kontrak penerbitannya ditandatangani oleh Perusahaan Percetakan Takumi Kobo di Hiroshima.
Dua belas tahun setelah Haji Umar memulai proyek bersejarahnya untuk menerjemahkan Al-Qur'an ke dalam bahasa Jepang, ia pun akhirnya menyelesaikan seluruh terjemahannya tepat pada tanggal 10 Juni 1972. Cetakkan edisi pertama diterbitkan dan dicetak secara massif dengan dukungan Raja Faisal bin Abdul Aziz Al-Saud.
Sang Samurai Pertama
Haji Umar Mita meninggalkan sebuah warisan berharga nan indah disertai dengan kisah hidup yang luar biasa bagi sapa saja yang ingin mengambil pelajaran darinya. Beliau pun wafat pada tahun 1976 dalam usia delapan puluh empat tahun.
Meskipun sebagian orang masih memperdebatkan apakah Haji Umar Mita adalah sosok yang paling luar biasa dalam sejarah, namun kita bisa pastikan bahwa beliau merupakan seorang Samurai Muslim Pertama sekaligus menjadi kebanggan bagi umat muslim di Jepang.
Diterjemahkan dari:
Electronic Magazine - Great Muslim Lives Vol. 6 page: 17-20
oleh Satria Muttaqin
Ketika Insiden Manchuria terjadi dimana militer Jepang menginvasi Cina, yang mana menghasilkan banyak kekerasan dan kekejaman di berbagai komunitas. Tanpa pernah diduga sebelumnya, invasi yang dilakukan Jepang terhadap Cina menjadi sebuah jembatan pemisah antara orang Jepang dan komunitas Muslim di China untuk pertama kalinya.
Ryoichi Mita akhirnya mengambil langkah untuk menjadi seorang muslim pada tahun 1941. Saat itu ia berusia 49 tahun ketika Imam Wang Reilan pemimpin Masjid Nyuchie di Ibukota Cina, Beijing membantu dan membimbing Ryoichi untuk mengucap dua kalimat syahadat. Segera setelah mengucap syahadat, Ryoichi kemudian mengumumkan keislamannya dan mengganti namanya menjadi Umar Mita.
Haji Umar Mita - Baris paling depan nomor dua dari kanan |
Asosiasi Muslim Jepang
Selama masa peperangan Cina-Jepang (Sino-Japan War), banyak wilayah Cina berhasil ditaklukan oleh militer Jepang. Kebanyakan dari orang-orang Jepang yang baru masuk Islam kemudian memilih untuk pulang ke Jepang. Pada masa ini, Umar Mita memutuskan untuk tetap berada di negeri Cina sampai konflik berakhir. Setelah menghabiskan kurang lebih 30 tahun masa hidupnya bekerja di perusahaan kereta api disana, ia pun memutuskan untuk segera pensiun dan kembali ke Jepang.
Tak lama setelah ia pulang ke Jepang, ia lalu mengajar bahasa Cina untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kehidupan barunya di Jepang berjalan tidak begitu baik menyusul kematian tragis istrinya yang akhirnya membuat ia kembali berhenti bekerja dan menuntutnya untuk pindah ke daerah lain.
Pada tahun 1952, Umar Mita bermukim di Tokyo dan memutuskan untuk fokus mendalami agama Islam dan Bahasa Arab. Pada saat itu, Umar Mita telah menginjak 60 tahun dan mulai mendedikasikan hidupnya untuk belajar Islam dimulai dari pondasi utamanya.
Efek peperangan yang ditimbulkan di kota Tokyo pada waktu itu membuat makanan dan pakaian menjadi sangat langka ditambah tidak sedikit bangunan-bangunan yang luluh lantak menghiasi sudut-sudut kota Tokyo.
Namun, terlepas dari situasi yang semrawut ini, perlahan tapi pasti komunitas muslim mulai tumbuh dan berkembang. Tepat pada tahun 1953 organisai islam pertama muncul di Jepang dengan nama Asosiasi Muslim Jepang.
Imigran Muslim
Meskipun muslim pribumi Jepang memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan komunitas muslim di sana, tak bisa kita pungkiri bahwa di Jepang pada awalnya juga banyak menerima kedatangan ratusan muslim yang berasal dari Turki, Uzbekistan, Tajikistan, Kyrgistan dan Kazakhstan serta daerah-daerah di Asia Tengah dan Rusia sebagai akibat dari peristiwa Revolusi Bolshevik pada Perang Dunia pertama.
Dengan kedatangan muslim-muslim tersebut, maka berdirilah beberapa masjid serta beberapa penduduk asli Jepang mulai memeluk Islam. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya masjid pertama yaitu masjid Kobe, yang di bangun di distrik Kitano-cho pada tahun 1935.
Yang menakjubkan bahwa masjid Kobe ini sempat berhasil selamat dari serangan udara yang meluluh lantakan sebagian besar bangunan-bangunan yang ada di kota Kobe pada tahun 1945. Masjid Kobe juga berhasil bertahan dari dahsyatnya bencana gempa bumi Henshin pada tahun 1995, sementara bangunan-bangunan modern di sekitarnya banyak yang mengalami rusak parah.
Penerjemahan Al-Qur'an
Dalam mengejar studi Islamnya, Umar mita kemudian mengadakan perjalanan untuk yang kesekian kalinya. Ia berangkat ke Pakistan pada tahun 1957 ditemani oleh kelompok Jamaah Tabligh. Di tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1958, ia melanjutkan perjalannanya ke Mekkah untuk melaksanak rukun Islam yang ke-lima yaitu Ibadah Haji.
Ia pun menyempurnakan seluruh perjalanannya tersebut dengan kembali ke Jepang membawa sesuatu yang baru yaitu ambisi mendakwahkan Islam di kampung halamannya. Di saat yang sama, Umar Mita terpilih menjadi presiden Asosiasi Muslim Jepang menyusul wafatnya presiden sebelumnya.
Walaupun dakwah dan studinya tentang Islam dapat dikatakan terlambat mengingat saat itu ia telah berusia 69 tahun ketika semua kesempatan itu muncul di hadapannya. Namun hal tersebut tak menyurutkan dirinya serta ambisinya untuk tetap menyebarkan Islam kepada penduduk Jepang walau harus mengerahkan semua yang ia miliki.
Alhasil, di masa kepemimpinannya di Asosiasi Muslim Jepang, ia pun memulai proyek ambisiusnya untuk menerjemahkan Al-Qur'an ke dalam bahasa Jepang. Dengan demikian secara tidak langsung Umar Mita membuka pintu kesempatan yang lebar bagi seluruh orang-orang Jepang untuk bersentuhan langsung dengan risalah Islam. Tantangan yang dihadapi di dalam proyek ini terbilang cukup besar dikarenakan sebelumnya sudah ada empat terjemahan Al-Qur'an yang ditulis oleh kalangan non-muslim yang mana masing-masing dicetak pada tahun 1920, 1937, 1950, dan 1957.
Namun, sebagai seorang muslim, Haji Umar Mita tergerak dan merasa perlu untuk menerbitkan satu terjemahan Al-Qur'an yang baru bukan hanya karena terjemahan sebelumnya ditulis oleh non-muslim, tetapi juga karena terjemahan yang akan dibuat oleh Umar Mita akan menjadi terjemahan pertama yang langsung diterjemahkan dari Al-Qur'an berbahasa Arab. Tidak seperti terjemahan-terjemahan sebelumnya yang mana ketika diterjemahkan tidak langsung dari Al-Quran berbahasa Arab melainkan dari bahasa Perancis, Inggris, dan Jerman. Selain itu, terjemahan Umar Mita akan langsung diawasi dan direvisi dengan teliti oleh para ulama timur tengah yang menjadikan terjemahan ini sebagai terjemahan pertama Al-Qur'an yang sebenar-benarnya.
Di tengah-tengah proyeknya tersebut, Haji Umar Mita yang genap berusia 70 tahun melanjtkan perjalanannya kembali ke Pakistan pada tahun 1961. Ia menghabiskan beberapa waktu di Lahore sambil terus mengerjakan terjemahannya sembari melanjutkan studinya dalam bidang bahasa arab dan tafsir Al-Qur'an yang dibimbing oleh para ulama setempat.
Tak lama kemudian ia diundang untuk mengunjungi Mekkah dalam rangka mendapatkan dukungan dan dorongan dari Liga Muslim Dunia dalam misinya untuk menerjemahkan Al-Qur'an ke dalam bahasa Jepang.
Ketika berada disana, Haji Umar Mita tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk kembali belajar lebih banyak tentang Al-Qur'an dan bahasa arab langsung dari para ulama baik yang ada di Mekkah, Madinah, Jeddah, Thaif, dan Riyadh yang manamenghasilkan sebuah terjemahan yang sangat indah dan disertai dengan makna yang mendalam yang diambil langsung dari Al-Qur'an berbahasa arab.
Al-Qur'an Terjemahan Haji Umar Mita |
Setelah beberapa tahun mendedikasikan hidupnya untuk belajar dan berkomitmen teguh untuk menerjemahkan Al-Qur'an berbahasa Jepang, tepat pada tahun 1968, Haji Umar Mita merampungkan draft pertamanya yang kemudian ia kirimkan ke Asosiasi Muslim Jepang untuk ditinjau dan direvisi sebelum akhirnya diajukanlah naskah perbaikan dua tahun kemudian yaitu pada Juni 1970 ke Liga Muslim Dunia di Mekkah. Setelah dilakukan evaluasi secara menyeluruh dan seksama yang dilakukan oleh komite ahli khusus selama enam bulan, naskah tersebut akhirnya disetujui dan kontrak penerbitannya ditandatangani oleh Perusahaan Percetakan Takumi Kobo di Hiroshima.
Dua belas tahun setelah Haji Umar memulai proyek bersejarahnya untuk menerjemahkan Al-Qur'an ke dalam bahasa Jepang, ia pun akhirnya menyelesaikan seluruh terjemahannya tepat pada tanggal 10 Juni 1972. Cetakkan edisi pertama diterbitkan dan dicetak secara massif dengan dukungan Raja Faisal bin Abdul Aziz Al-Saud.
Sang Samurai Pertama
Haji Umar Mita |
Meskipun sebagian orang masih memperdebatkan apakah Haji Umar Mita adalah sosok yang paling luar biasa dalam sejarah, namun kita bisa pastikan bahwa beliau merupakan seorang Samurai Muslim Pertama sekaligus menjadi kebanggan bagi umat muslim di Jepang.
Diterjemahkan dari:
Electronic Magazine - Great Muslim Lives Vol. 6 page: 17-20
oleh Satria Muttaqin
Sunday, December 2, 2018
Perjalanan Hidup Manusia Mulia Nabi Muhammad ﷺ (Bagian 5: Nubuwwah)
Malam itu Rasulullah ﷺ melakukan aktifitas kesehariannya berdiam diri di dalam gua Hira. Saat itu beliau ﷺ telah pun menginjak usia 40 tahun. Semakin hari semakin terlihat jelas tanda – tanda kenabian muncul di hadapan beliau ﷺ laksana fajar menyingsing. Malam itu, Seperti biasanya beliau ﷺ beribadah sembari berdzikir mengingat Allah. Kegelapan malam yang menyelimuti saat itu akan segera sirna dengan cahaya kebenaran yang terang benderang yang akan menjadi awal sebuah peradaban di bawah naungan tuntunan Ilahiyah. Adalah malaikat Jibril yang Allah utus untuk menyampaikan risalah pertama kepada Muhammad, Rasulullah ﷺ sekaligus menandakan beliau ﷺ secara resmi diangkat sebagi Nabi akhir zaman. Penutup para Nabi dan risalahnya akan menjadi penyempurna risalah-risalah para nabi terdahulu.
Jibril yang saat itu datang segera merangkul Rasulullah ﷺ sembari berkata, “Bacalah!”. Namun beliau ﷺ mengatakan bahwa beliau ﷺ tak dapat membaca. Jibril pun mengulangi perkataannya hingga tiga kali. Jibril kembali meraih dan merangkul beliau ﷺ hingga terasa begitu sesak. Lalu Jibril kemudian melepaskan beliau ﷺ dan berkata,
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ (1
خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ (2
اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ (3
لَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ (4
عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ (5
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Al-Alaq: 1-3)
Setelah kejadian itu, beliau ﷺ kemudian pulang dan langsung menemui Khadijah dan berkata, “Selimuti aku, selimuti aku!’ lalu beliau ﷺ melanjutkan, “Aku mengkhawatirkan keselamatan diriku”. Khadijah pun mencoba menenangkan dengan berkata, “Tidak demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selamanya, karena engkau suka menyambung tali kekerabatan, memikul beban orang lain, memberi makan orang miskin, menjamu tamu, dan menolong orang yang tertimpa musibah”
Rasulullah ﷺ kemudian dibawa oleh Khadijah untuk menemui Waraqh bin Naufal bin Asad bin Abul Uzza, saudara sepupu Khadijah. Beliau adalah nasrani semasa jahiliyah. Ia juga menulis kitab dalam Bahasa Ibrani dan menulis injil dalam Bahasa Ibrani pula. Ia sudah tua dan buta.
Khadijah kemudian berkata kepada Waraqah, “Wahai sepupuku! Dengarkan kisah saudara sepupumu ini (Rasulullah ﷺ)"
Waraqah bertanya kepada beliau ﷺ, “Apa yang engkau lihat wahai saudara sepupuku?”
Rasulullah ﷺ menyampaikan apa yang beliau ﷺ alami kemudian Waraqah pun berkata, “Itu adalah malaikat yang diturunkan Allah kepada Musa. Andai saja aku masih hidup tatkala kaummu mengusirmu.”
Beliau ﷺ bertanya, “Benarkah mereka akan mengusirku?”
Waraqah menjawab, “Benar. Tiada seorangpun membawa seperti yang engkau bawa melainkan akan dimusuhi. Andaikan aku masih hidup pada masamu nanti, aku akan membelamu dengan sungguh-sungguh”. Tak lama kemudian Waraqah meninggal dunia.
Adapun tentang waktu saat peristiwa turunnya wahyu pertama yaitu terjadi di bulan Ramadhan di malam lailatul qadr. Allah berfirman, “Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an" (Qs. Al-Baqarah: 185). Dan juga berfirman, “ Sesungguhnya Kami telaah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam lailatul qadr.” (Qs. Al-Qadr: 1). Sedangkan hadits-hadits shahih yang berkaitan dengan turunnya wahyu pertama ini menunjukkan bahwa peristiwa ini terjadi pada hari Senin sebelum terbit fajar.
Adapun tentang tanggal jika kita lihat dari data-data diatas, maka dapat disimpulkan bahwa malam lailatul qadr di hari senin pada bulan Ramadhan adalah bertepatan dengan tanggal 10 Agustus 610 Masehi. Jika dilihat dari kalender qomariah maka saat itu beliau berusia 41 tahun, namun jika dilihat dari kalender syamsiah maka beliau saat itu berusia 39 tahun, 3 bulan dan 29 hari.
Wahyu pun sempat behenti beberapa hari setelah peristiwa di gua Hira. Namun akhirnya Jibril kembali datang dan menyampaikan wahyu selanjutnya yaitu :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلْمُدَّثِّرُ (1
قُمْ فَأَنذِرْ (2
وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (3
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ (4
وَٱلرُّجْزَ فَٱهْجُرْ (5
“Hai orang-orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji.” (Q.S. Al-Mudatsir: 1 -5.)
Setelah turunnya ayat di atas, maka Rasulullah ﷺ mulai menyampaikan dakwah menuju Allah. Dakwah yang dilakukan di awal kenabian ini dilakukan dengan sembunyi-sembunyi mengingat betapa kerasnya kaum beliau ﷺ mempertahankan penyembahan terhadap berhala dan patung serta ajaran nenek moyang.
Beliau ﷺ hanya menyampaikan dakwah kepada orang yang beliau kenal sebagai sosok yang baik, mencintai kebenaran, dan orang-orang yang beliau percaya. Beliau ﷺ lebih dahulu menyampaikan dakwah kepada keluarga, kerabat, dan teman-teman dekat sebelum yang lain.
-bersambung….
Subscribe to:
Posts (Atom)