Sebelum kita masuk kepada peristiwa lahirnya Nabi kita yang mulia
Muhammad ﷺ, ada baiknya kita menyimak peristiwa besar
yang terjadi sebelum kelahiran beliau ﷺ. Banyak sekali cerita-cerita yang mahsyur di kalangan kita mengenai
peristiwa-peristiwa besar yang terjadi menyongsong kelahiran baginda Muhammad ﷺ. Namun, tak sedikit pula dari
riwayat-riwayat tersebut memiliki status yang lemah dan tidak dapat dijadikan
hujjah. Walau demikian ada satu peristiwa yang seluruh ulama bersepakat bahwa
peristiwa ini betul-betul terjadi bahkan Allah ﷻ sendiri mengabadikannya di dalam
Al-Qur’an melalui surah Al-Fiil. Peristiwa ini yaitu penyerangan Abrahah ke
Mekkah.
Sudah semenjak dari zaman Nabi Ibrahim, Ka’bah selalu menjadi tempat yang paling penting dan paling ramai untuk dikunjungi bahkan hingga masa kaum Quraisy menjadi pengurus utamanya dengan Abdul Muthallib sebagai pemimpinnya. Ini menyebabkan Abrahah, seorang raja di Yaman menjadi iri dan akhirnya memutuskan untuk membangun gereja yang paling besar dan megah di Yaman dalam rangka untuk menandingi Ka’bah serta mengalihkan orang-orang agar lebih memilih mengunjungi gerejanya di bandingkan dengan Ka’bah. Sampailah berita tersebut kepada penduduk Arab, hingga salah seorang dari bani Kinanah pergi ke Yaman untuk melihat bangunan Abrahah tersebut. Namun seorang tadi bukan hanya melihat gereja, melainkan membuang kotoran disana serta mengencingi bangunan gereja Abrahah. Mendengar hal tersebut Abrahah pun marah dan segera menyiapkan pasukan yang besar termasuk membawa gajah-gajah yang paling besar yang belum pernah dilihat oleh manusia sebelumnya.
Bangsa Arab pun kemudian mengetahui pergerakan Abrahah menuju Mekkah untuk menghancurkan Ka’bah. Namun sayang saat itu kaum Quraisy terpecah belah dan tidak ada persatuan hingga tidak ada yang dapat melawannya. Ketika Abrahah sampai di suatu tempat yang bernama Mughammas, datanglah Abdul Muthallib untuk melakukan perundingan. Melihat kedatangan Abdul Muthallib, Abrahah pun mempersilahkan ia untuk duduk bersama. Tak disangka ternyata Abdul Muthallib hanya menginginkan 200 unta yang diambil Abrahah untuk dikembalikan padanya. Seketika pandangan Abrahah pun berubah, dari tadinya menghormati Abdul Muthallib menjadi menyepelekannya.
Abrahah berkata, “sungguh tadinya engkau membuatku kagum tatkala melihatmu, namun aku menjadi menyepelekanmu ketika engkau berbicara denganku (mengenai onta tadi-pent). Apakah engkau berbicara mengenai 200 ekor ontamu yang aku ambil agar aku mengembalikannya padamu, lalu engkau membiarkan Ka’bah yang merupakan agamamu dan agama nenek moyangmu, sementara aku datang untuk menghancurkannya, lantas engkau tidak berbicara kepadaku tentang Ka’bah?”
Sudah semenjak dari zaman Nabi Ibrahim, Ka’bah selalu menjadi tempat yang paling penting dan paling ramai untuk dikunjungi bahkan hingga masa kaum Quraisy menjadi pengurus utamanya dengan Abdul Muthallib sebagai pemimpinnya. Ini menyebabkan Abrahah, seorang raja di Yaman menjadi iri dan akhirnya memutuskan untuk membangun gereja yang paling besar dan megah di Yaman dalam rangka untuk menandingi Ka’bah serta mengalihkan orang-orang agar lebih memilih mengunjungi gerejanya di bandingkan dengan Ka’bah. Sampailah berita tersebut kepada penduduk Arab, hingga salah seorang dari bani Kinanah pergi ke Yaman untuk melihat bangunan Abrahah tersebut. Namun seorang tadi bukan hanya melihat gereja, melainkan membuang kotoran disana serta mengencingi bangunan gereja Abrahah. Mendengar hal tersebut Abrahah pun marah dan segera menyiapkan pasukan yang besar termasuk membawa gajah-gajah yang paling besar yang belum pernah dilihat oleh manusia sebelumnya.
Bangsa Arab pun kemudian mengetahui pergerakan Abrahah menuju Mekkah untuk menghancurkan Ka’bah. Namun sayang saat itu kaum Quraisy terpecah belah dan tidak ada persatuan hingga tidak ada yang dapat melawannya. Ketika Abrahah sampai di suatu tempat yang bernama Mughammas, datanglah Abdul Muthallib untuk melakukan perundingan. Melihat kedatangan Abdul Muthallib, Abrahah pun mempersilahkan ia untuk duduk bersama. Tak disangka ternyata Abdul Muthallib hanya menginginkan 200 unta yang diambil Abrahah untuk dikembalikan padanya. Seketika pandangan Abrahah pun berubah, dari tadinya menghormati Abdul Muthallib menjadi menyepelekannya.
Abrahah berkata, “sungguh tadinya engkau membuatku kagum tatkala melihatmu, namun aku menjadi menyepelekanmu ketika engkau berbicara denganku (mengenai onta tadi-pent). Apakah engkau berbicara mengenai 200 ekor ontamu yang aku ambil agar aku mengembalikannya padamu, lalu engkau membiarkan Ka’bah yang merupakan agamamu dan agama nenek moyangmu, sementara aku datang untuk menghancurkannya, lantas engkau tidak berbicara kepadaku tentang Ka’bah?”
Jawaban Abdul Muthallib begitu mengejutkan, beliau berkata, “Sesungguhnya aku
adalah pemilik onta, dan sesungguhnya Ka’bah punya pemilik sendiri yang akan
membelanya (yaitu Allah ﷻ).”
Dalam riwayat yang lain Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata;
Abdul Mutthalib mendatangi mereka dan berkata, “Sesungguhnya ini
adalah rumah Allah. Allah tidak akan menyerahkannya kepada seorangpun untuk
menguasai nya (menghancurkannya).” Mereka berkata, “Kami tidak akan kembali
hingga kami menghancurkannya.” Maka tidaklah mereka memerintahkan gajah mereka
untuk maju kecuali gajah tersebut mundur. Allah ﷻ kemudian memanggil
burung-burung dengan berbondong-bondong, lalu Allah ﷻ memberikan batu berwarna
hitam kepada burung-burung tersebut. Tatkala burung-burung itu telah sejajar
dengan mereka maka burung-burung itu melemparkan batu tersebut kepada mereka.
Sehingga tidak tersisa seorang pun dari mereka kecuali mengalami rasa gatal
(yang luar biasa-pent). Tidaklah seorangpun dari mereka yang menggaruk kulitnya
kecuali dagingnya berjatuhan.” (Disebutkan oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam
Fathul Bari 12/207 dan beliau menilai sanadnya hasan)
Begitulah akhir kisah pasukan Abrahah yang hancur lebur oleh pasukan burung-burung yang Allah ﷻ utus. Ada yang mengatakan bahwa Abrahah tidak mati disana melainkan Allah ﷻ siksa ia lebih dahulu dengan terlepasnya setiap bagian bagian tubuhnya hingga ia mati di kota Shan’a.
Begitulah akhir kisah pasukan Abrahah yang hancur lebur oleh pasukan burung-burung yang Allah ﷻ utus. Ada yang mengatakan bahwa Abrahah tidak mati disana melainkan Allah ﷻ siksa ia lebih dahulu dengan terlepasnya setiap bagian bagian tubuhnya hingga ia mati di kota Shan’a.
50 hari setelah kejadian tersebut, maka peristiwa luar biasa
lainnya yang terjadi adalah lahirnya Nabi yang Mulia Muhammad Rasulullah ﷺ pada hari senin pagi, tanggal 9 Rabi’ul
Awwal (ada yang mengatakan 12 Rabi’ul Awwal) tahun gajah dan bertepatan dengan
tanggal 22 April 577 Masehi.
Bidan yang menangani kelahiran beliau ﷺ
adalah Syifa’ binti Amr Ummu Addurrahman bin Auf. Tatkala Aminah melahirkan
Rasulullah ﷺ ada cahaya keluar dari dirinya yang
menyinari istana-istana Syam. Aminah mengirim utusan untuk menyampaikan kabar
gembira kepada kakek beliau ﷺ, Abdul Muthallib.
Rumah Rasulullah yang sekarang menjadi perpustakaan |
Abdul Muthallib kemudian menggendong Rasulullah ﷺ, memasukannya ke
dalam ka’bah, bersyukur dan berdoa kepada-Nya kemudian memberinya nama Muhammad
dengan harapan semoga si bayi menjadi orang yang terpuji. Setelah tujuh hari,
Abdul Muthallib melangsungkan aqiqah dan mengkhitan beliau ﷺ serta memberikan
jamuan makan kepada orang-orang. Salah seorang paman Rasulullah ﷺ yang lain yang
ikut bergembira atas kelahiran beliau ﷺ
adalah Abu Lahab. Saking bahagianya, ia memerdekakan budaknya dalam rangka
bersuka cita atas kelahiran keponakannya. Namun sayang pada akhirnya ia menjadi
musuh bebuyutan Nabi ﷺ.
Adapun wanita pertama yang menyusui beliau ﷺ setelah ibundanya adalah
Tsuwaibah. Sebagaimana yang telah menjadi tradisi bangsa Arab, anak yang baru
lahir kemudian dicarikan ibu susuan agar otot-otot mereka menjadi kuat serta
menjauhkannya dari berbagai penyakit. Maka kemudian Allah ﷻ menakdirkan seorang
wanita yaitu Halimah binti Abu Dzuwaib. Keberkahan pun melanda Halimah binti
Abu Dzuwaib. Mulai dari unta suaminya yang penuh berisi susu lalu keledai yang
ditunggangi Halimah berjalan dengan cepat hingga tak seekorpun dapat
menyusulnya. Setelah sampai di kampung Bani Sa’ad, kambing-kambing milik
Halimah dan suaminya sudah berada dalam keadaan kenyang dengan perut penuh
berisi rerumputan dan kantong susu yang
penuh berisi air susu. Halimah pun menyusui beliau ﷺ selama 2 tahun kemudian
menyapihnya dan saat itu beliau ﷺ sudah kuat.
Peristiwa mengejutkan kembali terjadi, Rasulullah ﷺ di datangi
malaikat Jibril ketika beliau sedang bermain bersama teman-temannya. Jibril lalu
meraih dan membaringkan beliau ﷺ. Jibril kemudian membelah dada beliau ﷺ,
mengeluarkan hati beliau ﷺ lalu mengeluarkan segumpal darah darinya. Jibril
berkata, “ini bagian setan darimu.” Setelah itu Jibril membasuh gumpalan darah
itu dalam baskom emas dengan air zam-zam lalu merapatkannya dan mengembalikanya
ke tempat semula.
Anak-anak berlarian kemudian mendatangi Halimah dan mengatakan “Muhammad
terbunuh”. Mereka kemudian mendatangi beliau ﷺ dalam keadaan pucat.
Setelah peristiwa itu, Halimah pun mengembalikan Rasulullah ke
pangkuan ibunda beliau ﷺ.
-bersambung….
No comments:
Post a Comment